“Allah tidak mengatakan akan menambah harta, tapi la’azīdannakum — menambah kalian. Artinya, Allah memperluas kapasitas hati, pikiran, dan energi kita. Boleh jadi tahun ini rezeki berkurang, tapi hati kita lebih tenang, pikiran lebih lapang, dan jiwa lebih bahagia. Itulah peningkatan kapasitas diri yang sesungguhnya,” katanya.
Nasaruddin menambahkan, orang yang bersyukur tidak mudah marah, tersinggung, atau menyimpan dendam, karena hatinya telah dilapangkan oleh Allah.
“Dulu mungkin kita mudah kecewa atau tersinggung. Tapi saat hati penuh syukur, kritik pun kita terima dengan lapang dada. Jika benar, kita perbaiki diri; jika salah, kita maafkan. Tidak ada dendam yang bermalam, dan di sanalah letak nikmatnya hidup,” ucapnya.
Nasaruddin juga menjelaskan adanya tingkatan tertinggi dari syukur, yaitu syukrul syukur — bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur.
“Syukur adalah ketika kita bersyukur atas nikmat. Tapi syukrul syukur adalah ketika kita sadar bahwa bisa bersyukur itu sendiri adalah nikmat. Di situlah kebahagiaan sejati seorang hamba,” tuturnya.
(Erha Aprili Ramadhoni)