Dia juga mengaku, dengan berjalan ke atas bukit, bisa memaknai ketaatan Nabi Muhammas SAW kepada Allah SWT. "Maka itu saya heran ketika ada panggilan 'Hayya 'alash Sholah' atau mari kita solat, kok masih ada yang tidak mau salat?" ujarnya.
Setelah berbincang sejenak, perjalanan pun dilanjutkan. Selama perjalanan, banyak jamaah dari negara lain yang saling tolong-menolong jika ada jamaah yang tergelincir.
Perjalanan menuju puncak sama sekali tidak dilengkapi fasilitas lampu penerang jalan. Sehingga banyak para jamaah yang menggunakan lampu handphone untuk memperjelas setiap anak tangga.
Jangan heran, di setiap tikungan kerap ditemukan peminta-minta yang berbaring di anak tangga. "Ya Allah.. Ya Allah, ya Hajj ya Hajj." Mereka sudah menyiapkan kardus bagi para peziarah yang ingin bersedekah. Tampak berbagai mata uang di dalam kardus itu, antara lain Rupiah dari Indonesia, Real mata uang Arab Saudi, Afghani dari Afganistan, Rupee dari India, bahkan yen dari Jepang.
Dibutukan waktu sekira 1 jam hingga 1,5 jam untuk bisa mencapai puncak. Semakin tinggi, semakin tinggi pula anak tangga yang harus ditapaki. Hingga akhirnya tidak ada lagi anak tangga. Namun yang ada bongkahan batu besar.
Untuk bisa masuk ke dekat pintu Gua Hira, ada dua rute. Pertama jamaah harus meliukkan badan menyusuri sela sempit di antara batu besar. Jalan itu hanya bisa dilewati 1 orang dengan bersandar ke tepi batu. Ada juga jalan membungkuk di antara batu besar. Keduanya harus dilalui dengan kelincahan di tengah jamaah yang berjejal ingin masuk ke area Gua Hira.
Jika sudah melewati jalan sempit itu, jamaah akan disuguhkan pemandangan yang memukau. Langit yang membentang luas dengan penuh kebesaran Sang Pencipta juga kerlap-kerlip cahaya kota Makkah. Di tengahnya tampak menara Masjidil Haram dan Tower Zamzam yang terang benderang. Membuat mata tak ingin lepas untuk memandang. Ya, 'pintu' Gua Hira memang menghadap Kakbah. Sehingga bisa terlihat dengan jelas Masjidil Haram.