Habib Shalih bin Muhsin al-Hamid merupakan salah satu waliyullah yang semasa hidupnya tinggal di daerah Tanggul, Jember, Jawa Timur. Lantaran itu, sang ulama oleh warga setempat akrab dipanggil Habib Shalih Tanggul.
Dalam perjalanan hidupnya sang ulama pernah mengalami kejadian luar biasa, yaitu bertemu Nabi Khidir yang diyakini masih hidup hingga saat ini.
Dikutip dari buku Para Habib Terkemuka Indonesia: Amalan dan Kebiasaan-kebiaasaannya yang ditulis Nur Solikihin, saat masih muda Habib Shalih Tanggul tengah berjalan menuju stasiun kereta api Tanggul yang jaraknya sepelemparan batu dari kediamannya. Tiba-tiba, datang seorang pengemis yang meminta uang.
Saat itu, Habib Shalih Tanggul membawa uang Rp10. Namun, ia menjawab tidak ada uang, karena hanya itu yang dimiliki. Sang pengemis pun akhirnya pergi. Tak lama kemudian, pengemis tersebut datang lagi dan meminta uang. Habib Shalih pun menjawab sama, tidak mempunyai uang. Sang pengemis pergi lagi.
Tak berselang lama, pengemis tersebut datang lagi untuk ketiga kalinya dan meminta uang. Habib Shalih pun menjawab seperti sebelumnya. Selanjutnya, pengemis tersebut menjawab, ”Yang sepuluh rupiah di sakumu?" Mendengarkan lontaran pengemis tersebut, Habib Shalih Tanggul pun kaget. Ia lantas menjabat tangan pengemis itu. Ketika itu, jempol si pengemis terasa lembut seperti tak bertulang. Menurut keterangan di kitab-kitab klasik, ibu jari tanpa tulang merupakan salah satu tanda fisik Nabi Khidir.
Meyakini bahwa yang ditemui adalah Nabi Khidir, Habib Shalih Tanggul pun memegang erat tangannya sembari berkata,"Anda pasti Nabi Khidir, maka mohon doakan saya." Pengemis itu pun berdoa lalu berpesan bahwa sebentar Iagi akan datang seorang tamu, sebelum berpamitan pergi.
Beberapa waktu kemudian,ada seseorang yang berpakaian serba hitam turun dari kereta api. la meminta tolong kepada Yik Shalih (nama kecil Habib Shalih) untuk menunjukkan rumah Habib Shalih.
Yik Shalih merasa bahwa di daerah sekitar tidak ada yang namanya Habib Shalih. Ia menjawab,"Tidak ada." Tapi orang yang baru turun dari kereta bersikukuh ingin bertemu dengan Habib Shalih. la tetap meminta tolong Yik Shalih ke rumah habib tersebut.
Yik ShaIih pun menjawab, ”Di daerah sini, tidak ada yang namanya Habib Shalih. Yang ada Shalih, ya itu saya sendiri.”
Orang tersebut pun menjawab, "Kalau begitu, AndaIah yang saya cari.” Jawaban itu sontak mengagetkan Yik Shalih.
Sajak itulah, rumah Habib Shalih Tanggul selalu ramai dikunjungi tamu. Mereka datang untuk silaturahim dan meminta doa. Tamunya tidak hanya dari daerah Tanggul, melainkan juga dari luar Jawa, bahkan Iuar negeri, seperti Belanda, Afrika, China, Malaysia, Singapura dan negara-negara lain.
Habib Shalih lahir pada 1313 Hijriyah di Korbah, Bakarman, Hadramaut. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad al-Hamid atau yang sering disebut al-Bakri al-Hamid. Habib Shalih Tanggul berdakwah ke Indonesia sekira tahun 1921 dan menetap di daerah Tapal Kuda.
Setelah menetap cukup lama di Lumajang, kemudian pindah ke Kecamatan Tanggul, Jember, hingga tutup usia pada 7 syawal 1396 H atau tahun 1976. Hingga kini makamnya tak pernah sepi dari peziarah.
(Muhammad Saifullah )