Demikianlah, kita melihat bahwa Asma' binti Abu Bakar rela menanggung gangguan, tekanan, dan siksaan dari orang-orang Quraisy beserta seluruh kaum kafir. Hal itu ia lakukan demi menutupi ke mana arah perjalanan hijrah Rasulullah SAW dan orang yang menemani beliau. Dengan hikmah yang begitu besar dan dalam, Asma' mampu meyakinkan kakeknya bahwa ayahnya telah meninggalkan banyak harta untuk dirinya dalam menjalani kehidupannya.
Asma' binti Abu Bakar kemudian dinikahi oleh Zubair ibn 'Awwam di Makah. Asma' hidup bersama sang suami dengan kehidupan yang apa adanya. Tentang hal ini, Asma' menceritakan, "Aku dinikahi oleh Zubair yang tidak memiliki harta apa pun, baik berupa uang maupun barang atau sesuatu pun selain kudanya. Aku pun menggembalakan kuda dan menuntunnya. Aku berjalan mencari air dan membuat adonan. Padahal, aku tidak pandai membuat roti. Beberapa tetangga Anshar turut membuatkan adonan untukku. Mereka adalah para wanita yang tulus. Aku membawa benih yang kuletakan di atas kepalaku, dari tanah Zubair yang diberikan oleh Rasulullah sejauh 3 farsakh (1 farsakh = 5,541 km) dari tempatku.
Suatu hari aku datang dengan membawa benih di atas kepala. Aku bertemu dengan Rasulullah bersama sejumlah sahabat. Beliau memanggilku kemudian menyuruhku: 'Naiklah! Beliau hendak memboncengku. Namun, aku merasa malu untuk berjalan bersama laki-laki. Aku pun teringat akan kecemburuan Zubair karena ia adalah seseorang yang sangat pencemburu. Rasulullah mengetahui bahwa aku malu untuk naik hingga beliau pun pergi.
Aku pun sampai kepada Zubair lalu kuceritakan: 'Aku bertemu Rasulullah ketika aku sedang membawa buah di atas kepalaku. Beliau berjalan bersama beberapa orang sahabat. Ketika itu Rasulullah menderumkan untanya agar aku naik. Namun, aku merasa malu dan ingat akan kecemburuanmu.'
Zubair berkata: 'Demi Allah, buah yang engkau bawa di atas kepalamu itu lebih berat bagiku daripada engkau naik bersama beliau.' Setelah itu, Abu Bakar akhirnya mengirimkan seorang pembantu untukku hingga aku tidak lagi perlu mengurus kuda. Dengan begitu, ia seakan telah membebaskan diriku.’
Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa Asma' hidup sebagai istri Zubair ibn 'Awwam yang bersikap keras terhadapnya. Asma' pun mendatangi ayahnya dan mengadukan sifat Zubair tersebut. Abu Bakar berkata, "Wahai putriku, bersabarlah karena jika seorang wanita memiliki suami yang saleh kemudian laki-laki itu mati meninggalkannya lalu ia tidak menikah lagi dengan orang lain, niscaya Allah mengumpulkan mereka kelak di surga."
Tidak lama setelah Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, Asma' pergi bersama rombongan hijrah. Di sana, ia melahirkan putranya, Abdullah ibn Zubair. Ia adalah anak pertama yang lahir dalam Islam setelah peristiwa hijrah.
Asma' Dzât an-Nithâqain (Pemilik Dua Ikat Pinggang) telah mencatat suatu teladan hidup yang indah tentang kesabaran dalam menghadapi kesulitan hidup dan kemiskinan yang berat. Selain sebagai contoh dalam semangat untuk taat kepada suami dan berusaha mendapat ridhanya, Allah juga mengaruniakan kenikmatan berupa kekayaan kepadanya, tetapi Asma' tidak kikir dengan kekayaan harta dan jiwa yang dianugerahkan Allah kepadanya itu. Bahkan, ia menjadi wanita yang pemurah dan tidak pernah menyimpan sesuatu pun untuk hari esok.
Ketika sakit, Asma’ menjalaninya dengan penuh kesabaran hingga ia pun sehat lalu memerdekakan semua budak yang ia miliki. Asma' berkata kepada anak-anak dan keluarganya, "Bersedekahlah, janganlah kalian menanti lebihnya harta!"
Asma' selalu memegang teguh pesan sang ayah untuk bersabar sampai putranya, Abdullah ibn Zubair, tumbuh dewasa menjadi seorang remaja yang tampan dan mampu membela agama. Ayahnya, Abu Bakar, juga berpesan agar ia senantiasa melindungi sang ibu nan suci dari segala gangguan.
Pada suatu hari terjadilah pertengkaran antara Asma dan Zubair, suaminya. Zubair memukul Asma' hingga ia berteriak memanggil Abdullah, putranya. Abdullah segera datang menghampiri sang ibu. Ketika melihat Abdullah datang untuk membela ibunya, Zubair berkata, "Jika engkau masuk, ibumu aku ceraikan."
Abdullah menyahut, "Akankah engkau jadikan ibuku sebagai korban sumpahmu?" Abdullah tetap masuk dan menyelamatkan Asma dari Zubair hinggga Asma' menjauh dari Zubair. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah berkata kepada ayahnya, "Orang sepertiku tidak mungkin ibunya digauli oleh lelaki sepertimu. Karena itu, ceraikanlah ibuku!"