Kita mengerti, salah satu ekspresi kebahagiaan paling tinggi yang ditampilkan manusia adalah menangis atau mengeluarkan air mata. Betapa sering kita melihat peristiwa haru dan bahagia dalam wujud tangis; betapa sering kita menyaksikan pencapaian mimpi seseorang dengan bentuk air mata.
Artinya, Sya’wanah tidak sedang menyakiti dirinya, tapi meruahkan kebahagiaan dan keharuannya. Menangis sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari, hingga Imam al-Sulami menyebutnya, “al-bâkiyât” (perempuan yang gemar menangis), bahkan Imam Mudhar mengatakan:
ما رأيت أحدا أقوي علي كثرة البكاء من شعوانة “Aku tidak (pernah) melihat seorang pun yang lebih kuat atas banyaknya tangisan dari Sya’wanah” (Imam Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi, Shifah al-Shafwah, 2019, juz 2, h. 48)
Meski demikian, itu tidak menghalanginya untuk menyampaikan pengetahuannya. Seperti yang dikatakan Imam al-Sulami, banyak orang mengambil ilmu darinya, dari mulai orang yang sudah sampai di level zuhud, sampai orang yang masih berupaya untuk dekat kepada Allah.
Seperti dilansir NU Online. tangisan Sya’wanah bukanlah tangisan yang dibuat-buat. Ia menangis dengan tulus, hingga banyak orang yang turut menangis mendengar nasihat atau syair-syair gubahannya (wa tubkân nussâk ma’ahâ—dan para ahli ibadah turut menangis bersamanya). (Imam Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi, Shifah al-Shafwah, 2019, juz 2, h. 48).
Lagi pula menangis dapat menambah kekhusyukan. Allah berfirman dalam al-Qur’an (QS. Al-Isra’ [17]: 107-109):
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا. وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
“Katakanlah: “Berimanlah kalian kepada-Nya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.” Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.”
(Dyah Ratna Meta Novia)