Imam Hanafi yang juga disebut Abu Hanifah memiliki nama asli Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi. Ia lahir di Kufah, Irak pada 699 M.
Imam Hanafi saat masih kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra. Hal ini sering membuatnya mampir ke Masjid Kufah. Di sana ia sibuk menghafal Alquran dan ribuan hadits Nabi dalam waktu yang tak lama.

Ia sering terlibat dialog tentang ilmu kalam, tauhid, dan metafisika. Ia pun menghadiri banyak kajian hadits dan periwayatannya untuk meningkatkan ilmu agamanya.
Bahkan saking hebatnya, Iman Syafii pernah memujinya,
Barangsiapa belum membaca buku-buku Abu Hanifah, maka ia belum memperdalam ilmu, juga belum belajar fiqih.” (Imam Syafii)
Kecerdasan dan kehebatan Imam Hanafi rupanya didengar salah seorang menteri Khalifah Abu Ja’far al-Mansur.
Suatu ketika Khalifah Abu Ja’far al-Mansur membutuhkan seorang hakim, sang menteri pun menyodorkan nama Imam Hanafi.
Berbekal optimisme yang tinggi bahwa tidak akan ada yang menolak tawaran yang diberikannya, Khalifah mengutus seseorang menemui Imam Hanafi untuk menghadapnya.
Khalifah ternyata malah kaget ketika Imam Hanafi menjawab, “Aku akan istikharah terlebih dahulu, meminta petunjuk kepada Allah. Jika hatiku dibuka maka akan aku terima. Jika tidak, maka masih banyak ahli fikih lain yang dapat dipilih oleh Amirul Mukminin (khalifah).”
Waktu telah berjalan lama, tetapi Imam Hanafi tak kunjung menghadap Khalifah. Khalifah pun mengutus lagi seseorang memintanya menghadap.
Imam Hanafi pergi menghadap dan menolak jabatan sebagai hakim. Khalifah tidak menyerah begitu. Ia bahkan bersumpah agar Imam Hanafi menerima jabatan sebagai hakim.
Namun Imam Hanafi tetap bersikeras menolaknya. Setelah berdebat lama dan Imam Hanafi tetap menolak, Khalifah pun tersinggung. Ia memerintahkan pengawalnya mencambuk Imam Hanafi seratus cambukan dan dijebloskan ke jeruji penjara.
Selang beberapa hari, Khalifah ditegur kerabatnya, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Anda telah mencambuk diri Anda dengan seratus ribu pukulan pedang.”
Khalifah pun segera memerintahkan pegawainya membayar 30.000 dirham sebagai ganti deritanya. Khalifah membebaskannya dan memulangkan Imam Hanafi.
Di luar perkiraan Khalifah lagi, ternyata Imam Hanafi menolak 'ganti derita' yang ia bayar. Khalifah makin marah. Khalifah memerintahkan menjebloskannya lagi ke penjara.
Hanya saja, para menteri mengusulkan supaya Imam Hanafi segera dibebaskan. Ia cukup dijadikan tahanan rumah saja. Dilarang duduk bersama masyarakat atau keluar dari rumah.