Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menihilkan Ego Manusia untuk Membawa Misi Khalifah di Muka Bumi

Menihilkan Ego Manusia untuk Membawa Misi Khalifah di Muka Bumi
A
A
A

Ego mengobarkan semangat persaingan dan saling menjatuhkan. Ego membuat orang berfokus secara defensif pada kebutuhan diri sendiri. Sementara itu Egoisme adalah sikap (perilaku) yang didasarkan atas dorongan kepentingan diri sendiri atau menganggap diri sendiri lebih penting daripada kepentingan orang lain. Dalam filsafat, egoisme merupakan teori tentang segala perbuatan atau tindakan selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri.

Dalam pergaulan sosial, individu yang hanya fokus kepada kebutuhannya sendiri lambat laun akan diliputi perasaan sengsara, dan tanpa daya. Karena, sejatinya manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup sendiri. Manusia memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi dengan sesamanya.

Ditengah wabah Covid-19 ini marilah kita menyadari kelemahan diri kita sebagai manusia yang tidak ada artinya tanpa manusia lainnya. Eksistensi manusia hanya ada karena adanya manusia lainnya, karena pada dasarnya manusia tidak mampu hidup sendiri. Namun saat ini hal tersebut di tidak bisa kita lakukan secara normal karena Allah menciptakan makhluk kecil yang bernama covid 19 ini.

Di bulan Suci Ramadhan yang penuh kemuliaan ini manusia harus menihilkan sikap egoismenya untuk kembali kepada fitrahnya yang hakiki. Kita perlu mengingat bahwa tugas manusia di ciptakan di muka bumi hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Penciptaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi yang jelas dan pasti. Ada tiga misi yang diemban manusia, yaitu:

1. Hanya untuk beribadah (QS. Adz-Dzariyat: 56)

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-KU ( Allah SWT)

2. Sebagai khalifah ( QS. Al-Baqarah: 30)

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". 

Secara harfiah, kata khalifah berarti wakil atau pengganti, dengan demikian misi utama manusia di muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah SWT. Jika Allah adalah sang pencipta seluruh jagat raya ini maka manusia sebagai khalifah-Nya berkewajiban untuk memakmurkan jagat raya itu, utamanya bumi dan seluruh isinya, serta menjaganya dari kerusakan.

Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah menawarkan tugas kekhalifahan di bumi, dan gunung. Tugas utama menjadi khalifah tentunya terkait dengan penggalan akhir ayat di atas. Ketika itu, baik langit, bumi, maupun gunung menolak tawaran itu karena khawatir tidak mampu memikulnya. Namun, manusia menyatakan sanggup untuk memikul tugas dan amanah itu. Karena kesanggupan ini, Tuhan menetapkan manusia sebagai khalifah yang bertanggung jawab atas kelangsungan kehidupan di dunia.

Namun alih-alih bersyukur, manusia malah menjadi makhluk yang paling banyak merusak keseimbangan alam. Manusia sengaja ataupun tidak merusak ekosistem bumi dengan merubah keseimbangan keteraturan alam ciptaan Allah ini, hingga murka alam seperti kebakaran hutan dan banjir pun tak terhindarkan. Peruntukan bumi bagi manusia mengandung arti bahwa bumi ini tidak hanya disediakan untuk satu generasi belaka, melainkan untuk semua generasi yang ada di bumi.

3. Memakmurkan bumi ( QS. Al Baqarah ; 22)

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖ وَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْن

“(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 22)

Langit, bumi, dan seluruh isinya adalah suatu sistem yang bersatu di bawah naungan perintah Allah. Semua yang ada di dalam sistem ini diciptakan untuk kepentingan manusia, suatu anugerah yang selalu dibarengi dengan peringatan spiritual agar manusia tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Meskipun manusia sering berlaku tidak adil terhadap alam, tetapi Allah selalu membimbing manusia bertanggungjawab terhadap alam. Kecuali itu, Allah juga memberi wewenang manusia untuk mengatur bumi ini. Tuhan telah meninggikan derajat manusia diatas ciptaan-Nya yang lain.

Manusia dianugerahi akal oleh Allah yang mana fungsinya yaitu untuk berfikir. Manusia memiliki keiistimewaan dihadapan Allah. Dari pernyataan tersebut, maka manusialah mempunyai peranan penting dan bertanggung jawab tentang alam semesta ini. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Al-Baqaroh: 30)

Jelaslah bahwa tujuan penciptaan manusia yang kedua adalah beribadah kepada Tuhan suatu bentuk perilaku yang tulus untuk menghormati ketuhanan. Dalam memuja Tuhan, manusia harus berusaha untuk hidup dalam harmoni dan keselarasan dalam semua ciptaan Tuhan yang secara alami juga melakukan penyembahan kepada-Nya.

Fenomena pemujaan tentang Tuhan salah satu contohnya yaitu yang mana terdapat dalam QS. Al-Anbiya’ ayat 20:

يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ

“Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”

Semua bentuk pemujaan kepada Allah diadakan untuk membantu manusia dalam mengingat Tuhan. Tetapi banyak manusia yang diberi rezki dari Allah, tetapi mereka tidak bersyukur, justru malah melupakan-Nya.

Oleh karenanya pada kesempatan bulan suci Ramadhan 1441 H marilah kita terus meningkatkan rasa syukur kita di tengah wabah Covid-19 ini dan semoga dapat membuka mata hati dan pikiran kita serta mereflekiskannya dalam bentuk menurunkan Egokita, menjaga kesimbangan alam, memperkuat solidaritas di antara sesama untuk mengemban amanah sebagai Khalifatul Fil Ardl dalam bingkai hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Amiin Ya Robbal Alamin.

Doktor UIN jelaskan soal ego manusia

Oleh : Dr. Diana Mutiah, M.SI

Penulis adalah Pengurus Harian Ikatan Sarjana Nahdlatul ‘Ulama ( PP ISNU) dan Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Muhammad Saifullah )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement