IBADAH puasa menjadi kewajiban setiap Muslim, terkecuali memiliki udzur atau halangan yang mengharuskan dia tidak berpuasa. Misalnya ada seorang pekerja (tukang) bangunan yang membuatnya mengeluarkan tenaga lebih, dan juga tamu di mana ia tengah menempuh perjalanan jauh. Lalu bagaimana hukumnya memberikan makan kepada orang yang tidak puasa di bukan Ramadhan?
Lalu bagaimana hukumnya memberikan makan kepada tukang dan tamu tersebut? Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin mengatakan, sebelumnya dalam menanggapi hal ini haruslah hati-hati.
Baca juga: Ilmuwan Muslim Ditunjuk Jadi Kepala Program Vaksin Covid-19 Amerika
"Kondisi seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan ada berbagai macam, harus dilihat dengan kehati-hatian agar tidak salah dalam memutuskan perkara ini, sebab ada juga mereka tidak berpuasa, karena mereka memang tidak diwajibkan berpuasa sama sekali pada waktu tersebut, seperti non-Muslim, anak kecil, orang gila, atau karena terdapat udzur, atau juga dalam keadaan sakit keras, posisi bepergian (musafir), perempuan sedang hamil dan menyusui," katanya saat dihubungi Okezone, Senin 18 Mei 2020.
Namun apabila kondisinya benar-benar darurat, kata Ustadz Ainul Yaqin, maka diperbolehkan atau mubah hukumnya memberikan makanan kepada orang yang sedang tidak berpuasa. Di sisi lain yang memberikan makanan pun harus memiliki batasan-batasan tertentu, mengingat sikap saling menghormati antara yang berpuasa dan tidak.
"Kalau ternyata tamunya ada udzur, maka konteksnya lain lagi, tuan rumah boleh menghormati dengan ala kadarnya, mengingat sedang posisi ibadah puasa. Begitu juga dengan tukang yang bekerja di rumah kita, ada unsur masaqhat ketika dia bekerja sehingga mengalami kepayahan yang sangat yang mengarah pada keselamatan jiwa," tuturnya.
Terkait dengan dibolehkannya para pekerja bangunan membatalkan puasanya, terdapat dalam salah satu riwayat dari Imam al Adzra'i ulama kalangan madzhab Syafii memberikan fatwa: "Bahwa diwajibkan bagi para petani dan para pekerja berat lainnya untuk melaksanakan niat berpuasa Ramadhan di setiap malam hari bulan Ramadhan. Kemudian bila di siang harinya mengalami kepayahan yang berat dengan standar mubih al-tayammum (kepayahan setingkat hal-hal yang memperbolehkan tayamum), diperbolehkan berbuka puasa dan wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan.(Syaikh Abu Bakr bin Muhammad Syatha' dalam I'anah at-Thalibin Vol. II.2, hal.268).
Baca juga: Cara Mudah Bebas dari Api Neraka Beri Makanan untuk Berbuka Puasa
Namun akan berbeda status hukumnya, yakni ketika orang tersebut punya kewajiban puasa tetapi mereka tidak menjalankan, melewatkan bahkan tanpa udzur syari, sengaja tidak berpuasa artinya mereka sengaja tidak menjalankan puasa, meninggalkan puasa.
"Ada unsur maksiat, melanggar perintah Allah tidak berpuasa, maka sudah seharusnya menghindar dari mereka, jangan memfasilitasi mereka dengan memberi makanan dan minuman, karena jangan sampai kita termasuk membantu orang yang sengaja meninggalkan puasa Ramadhan," ucapnya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya: "Janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan maksiat." (QS Al Maidah: 2).
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran