Hari ini tidak terasa sudah memasuki hari kelima bulan Syawal. Seluruh umat Islam merayakan Idul Fitri dengan cara yang tidak biasa.
Tradisi baru yang bahkan tidak pernah dilakukan selama umat manusia hidup di muka bumi, seperti halal bi halal online, sungkeman pun daring dan bahkan tradisi anjangsana ke sanak keluarga dan sejawat banyak yang meniadakan.
Sebelumnya, dalam waktu 30 hari terakhir umat Islam sudah dihadapkan pada situasi yang biasa disebut the new normal (kenormalan baru). Shalat Tarawih berjamaah ditiadakan, buka bersama yang biasanya menjadi kebiasaan jelang maghrib pun tak ada.
Bahkan pengajian secara massif digelar dengan berbagai aplikasi daring, rapat-rapat, seminar juga menggunakan teknologi internet dengan memanfaatkan aplikasi seperti Cloud X, Zoom, Goggle meet, skype dan saluran media sosial lainnya.
Selain jadi musibah, pandemik Covid-19 sepertinya benar-benar menjadi penanda bahwa umat manusia harus bekerja lebih keras untuk mengurai rahasia apa dibalik pageblug ini. Misalnya saja, puasa ramadhan, umat Islam didorong untuk mencapai takwa (QS Albaqarah:183) di masa yang serba terbatas. Tentu harus kita imani bahwa Ketaqwaan tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada kitab Allah dan Alqur’an yang selama ini sudah diajarkan oleh para salafus solih.
Salah satu hikmah yang bisa dipetik di momentum bulan kemenangan ini adalah pesan nabi bahwa “sebaik manusia itu mereka yang paling banyak manfatnya kepada sesama manusia lainnya”. Dari pesan Nabi Agung Muhammad SAW itu tidak disebutkan sebaik manusia itu adalah yang paling rajin sholatnya, paling getol ibadahnya. tapi sebaik manusia adalah mereka yang mau menolong sesama.
Pada momentum pandemik global yang sudah menghilangan 350 ribu nyawa ini mendapatkan relevansinya. Apalagi di Indonesia angka kasus positif terjangkit terus meningkat (23.851 kasus) dan 1.473 manusia Indonesia meninggal akibat tidak bisa melawan virus asal kota Wuhan, Provinsi Hubei, China ini.
Kembali pada prinsip tentang seberapa manfaat kita terhadap manusia lain. Pandemik Covid-19 yang ada di Indonesia sejak 2 Maret itu, telah memberikan hikmah yang sangat luar biasa. Kita benar-benar patut bersyukur seluruh masyarakat Indonesia saling bahu-membahu dan tolong-menolong kepada sesama.
Aktivitas yang merepresentasikan jiwa kemanusiaan sangat massif dilakukan, mulai organisasi kemasyarakatan, artis, miliarder, para pemimpin partai, influencer, dan juga komunitas bergerak bersama berbagi rejeki kepada kelompok miskin dan rentan. Wabah Covid-19 telah menyatukan umat manusia untuk saling mengasihi dan menyemagati agar lepas dari pageblug ini.
Bahkan seluruh elemen saling memberikan seruan moralnya untuk sama-sama menjadi bagian dalam memerangi wabah mematikan asal Kota Wuhan itu. Bentuknya berbagai macam, sekadar mengkampanyekan penggunaan masker, berbagi masker di jalanan, membumikan kebiasaan cuci tangan dan kegiatan inspiratif lainnya.
Meskipun seluruh umat yang beriman harus meyakini bahwa kedermawanan tidak harus hadir disaat bencana saja. Islam mengajarkan sikap dermawan harus didasari denngan prinsip-prinsip dasar dalam setiap jiwa hamba yang bersih hatinya, dan senantiasa mengharapkan ridha Allah Subanahu wata'ala.
Fakta sikap kedermawanan itu tentu tidak sepenuhnya dilakukan oleh seluruh masyarakat. Pandemik Covid-19 ternyata juga masih membuat sebagian kelompok mementingkan diri sendiri dan komunitas kecilnya. Bahkan masih kita ketahui sikap serakah juga masih dapat kita tonton dalam kehidupan sehari-hari.