GERHANA matahari cincin pada 29 Syawal 10 Hijriah atau bertepatan 27 Januari 632 Masehi adalah hari berduka bagi kaum Muslimin. Ketika itu putra Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam bernama Ibrahim meninggal dunia. Putra Rasulullah dengan Sayyidah Mariyah itu wafat saat masih bayi.
Kala itu di kota suci Madinah tampak sebagai gerhana sebagian di pagi hari dengan 76 persen cakram matahari tertutupi saat puncak gerhana.
Lantaran terjadinya gerhana matahari bertepatan dengan meninggalnya putra Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, banyak kalangan umat Islam yang menghubung-hubungan kedua peristiwa tersebut. Ada yang menganggap itu sebagai mukjizat Nabi Muhammad.
Muhammad Husain Haekal dalam "Sejarah Hidup Muhammad" melukiskan karena cintanya yang begitu besar kepada Ibrahim, dan rasa duka yang begitu dalam karena kematiannya, adakah ia lalu merasa terhibur mendengar kata-kata itu, atau setidak-tidaknya akan didiamkan saja, menutup mata melihat orang sudah begitu terpesona karena telah menganggap itu suatu mujizat?
"Tidak," tulis Haekal, sebagaimana dikutip dari Sindonews, Senin (22/6/2020).
"Dalam keadaan serupa itu, kalaupun ini layak dilakukan oleh mereka yang suka mengambil kesempatan karena kebodohan orang, atau layak dilakukan oleh mereka yang sudah tak sadar karena terlampau sedih, buat orang yang berpikir sehat tentu hal ini tidak layak, apalagi buat Nabi Besar!" lanjutnya.
Oleh karena itu, usai memakamkan putranya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan gerhana tidaklah berhubungan dengan hidup matinya seseorang, karena bulan dan matahari adalah dua dari sekian banyak tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam kemudian meminta kaum Muslimin segera berzikir dengan menunaikan salat gerhana tatkala menyaksikan peristiwa gerhana.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melihat mereka yang mengatakan bahwa matahari telah jadi gerhana karena kematian Ibrahim, dalam khotbahnya kepada mereka ia berkata:
"Matahari dan bulan ialah tanda kebesaran Tuhan yang tidak akan jadi gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Kalau kamu melihat hal itu, berlindunglah dalam zikir kepada Tuhan dengan berdoa."
Haekal menyatakan sungguh suatu kebesaran yang tiada taranya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak melupakan risalahnya itu dalam suatu situasi yang begitu gawat, situasi jiwa yang sedang dalam keharuan dan kesedihan yang amat dalam.
Kalangan orientalis dalam menanggapi peristiwa yang terjadi terhadap diri Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam ini bersikap hormat dan kagum sekali. Mereka tidak dapat menyembunyikan kekaguman dan hormatnya itu kepadanya.
"Mereka menyatakan pengakuan tentang kejujuran orang itu yang dalam situasi yang sangat gawat tetap mempertahankan hak dan kejujurannya yang sungguh-sungguh," ungkap Haekal.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran