Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tahun Baru 2020-2021, Lima Cara Bermuhasabah

Tim Okezone , Jurnalis-Kamis, 31 Desember 2020 |11:00 WIB
Tahun Baru 2020-2021, Lima Cara Bermuhasabah
Tahun Baru Masehi 2021. (Foto: Freepix)
A
A
A

JAKARTA - Dalam Islam, tidak ada istilah perayaan tahun baru 2020-2021. Namun momen pergantian tahun masehi ini, bisa diisi dengan bermuhasabah.

Seseorang yang bertakwa adalah mereka yang membawa sebaik-baik bekal, dan dalam perjalanan mencari bekal tersebut tak jarang seseorang merasa lelah dan bosan yang mengakibatkannya tak mawas diri sehingga tergelincir dan terjatuh dalam futur (lemah semangat untuk melakukan amal saleh).

Muhasabah atau koreksi diri akan membantu seseorang untuk menghadapi berbagai rintangan yang ia temukan dalam pencariannya akan bekal tersebut.

Baca Juga: Mengenal 6 Ulama Muslimah Ahli Tafsir

Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:

 لَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُوْنَ لِنَفْسِهِ أَشَدُّ مُحَاسَبَةً مِنَ الشَّرِيْكِ الشَّحِيْحِ لِشَرِيْكِهِ

“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.

Muhasabah juga merupakan salah satu perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Baca Juga: Malam Tahun Baru, MUI Ingatkan Muhasabah dan Tobat Nasuha

Lantas, bagaimana caranya bermuhasabah? Ketika seseorang melakukan muhasabah maka akan tampak jelas di hadapannya atas dosa-dosa yang dilakukan. Maka yang perlu dilakukan adalah, pertama, mengoreksi diri dalam hal wajib, apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram.

Kedua, mengoreksi diri dalam hal yang haram, apakah masih dilakukan ataukah tidak. Contoh, jika masih berinteraksi dengan riba, maka ia berusaha berlepas diri darinya. Jika memang pernah mengambil hak orang lain, maka dikembalikan. Kalau pernah mengghibah orang lain, maka meminta maaf dan mendoakan orang tersebut dengan doa yang baik.

Dalam perkara lainnya yang tidak mungkin ada koreksi (melainkan harus ditinggalkan, seperti minum minuman keras dan memandang wanita yang bukan mahram), maka diperintahkan untuk bertaubat, menyesal dan bertekad tidak mau mengulangi dosa itu lagi, ditambah dengan memperbanyak amalan kebaikan yang dapat menghapus kejelekan.

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).

Ketiga, mengoreksi diri atas kelalaian yang telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton yang sia-sia.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement