JAKARTA - Kesan penderitaan sebagai alat ukur kualitas keimanan dalam perkembangannya membuahkan sikap keagamaan yang cenderung aneh.
Semakin menderita semakin dekat dengan Tuhan. Akhirnya mereka kadang membuat-buat penderitaan dalam beragama. Ada orang yang tetap memaksakan puasa saat bepergian, enggan melaksanan sholat jamak saat dalam perjalanan, dan melakukan sholat lengkap dengan sajadah dan mukena di tengah-tengah keramaian terminal. Ketaatan yang keras kepala ini sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan kualitas keimanan.
Dikutip dari laman Muhammadiyah pada Kamis (14/4/2021) disebutkan padahal Nabi Muhammad SAW pernah menegur sahabat yang beribadah secara berlebih-lebihan. Kisah yang direkam Aisyah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik.
Baca Juga:Ā Waspadai Setan Khinzib, Tugasnya Bikin Orang Sholat Gagal Fokus
Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah. Rasulullah saat itu menegaskan bahwa āaku yang terbaik di antara kalianā. Karena Nabi berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, dan menikah.
Nabi SAW sadar bahwa tujuan utama diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak bukan untuk memberikan penderitaan kepada orang-orang beriman. Dalam QS. al-Anbiya ayat 107 ditegaskan bahwa āTiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semestaā. Kalau pun diberikan sedikit penderitaan, Allah telah pastikan dalam QS. al-Baqarah ayat 286 bahwa laa yukallifullahu nafsan illa wusāaha, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
Karenanya, taysir atau kemudahan merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam yang diberikan Allah agar manusia tetap bersemangat dan tekun dalam menjalankan ajaran agama, terutama dalam situasi sulit (QS. Al-Baqarah: 185). Dalam kaidah usul fikih dinyatakan setiap kesulitan, pada dasarnya, menuntut kemudahan (al-masyaqqah tajlib al-taysir). Contoh bersuci dalam keadaan normal harus dilakukan dengan air. Sedangkan dalam keadaan sulit dapat dengan tayamum.
Baca Juga:Ā Dulu Menganut Sekuler, Kaiji Wada Dapat Hidayah Jadi Mualaf Saat Pertukaran Pelajar
Dengan prinsip kemudahan ini pula, tidak semua orang diwajibkan berpuasa. Namun secara umum terdapat dua cara menebus utang puasa, yaitu: qadla dan fidyah (QS. Al Baqarah: 184). Qadla diperuntukkan bagi mereka yang masih berpotensi sehat pada masa yang akan datang, misalnya, orang yang dalam perjalanan, wanita haid, tenaga kesehatan yang sedang bertugas, dan lain-lain. Sementara fidyah diperuntukkan bagi mereka yang dalam kondisi sangat berat (yutiqunahu), misalnya, lanjut usia, wanita hamil atau menyusui, dan lain-lain.
Adanya berbagai kemudahan dalam ajaran Islam ini agar memastikan umat Islam dapat menjalankan agama tanpa susah payah dalam dimensi ruang dan waktu, dan mendorong agar rajin menjalankan agama, lantaran bisa dilakukan dengan mudah dan tanpa kesulitan. Tidak heran pula bila sekelas ulama besar kontemporer Yusuf Qaradlawi dalam kitab Al-Ijtihad fi al-Syariati al-Islamiyyah menegaskan bahwa prinsip yang melandasi hukum Islam adalah taysir atau kemudahan.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran