SAAT serangan peristiwa 11 September 2001 dan meruntuhkan  Twin Towers World Trade Centre (WTC), Imam Shamsi Ali ketika itu menetap di New York. Imam Shamsi Ali pun merasakan dampaknya.
Tantangan, "paling berat" menyusul Serangan 11 September 2001, kata Shamsi, adalah "persepsi yang terbalik, bagaimana ketika orang Muslim duduk di subway (kereta bawah tanah), di bus, orang pasti akan berpikir, subway akan diledakkan atau dia akan menusuk orang."
"Luar biasa citra yang terbangun ketika itu," kata Shamsi — yang disebut dalam New York Magazine, terbitan Mei 2006, sebagai salah seorang pemuka Islam berpengaruh.
Baca Juga:Â Serangan 11 September 2001, Cerita Imam Shamsi Ali di New York Dipeluk Tetangga Katolik (1)
New York Magazine menyebutnya sebagai ulama moderat yang "memimpin 1.000 jemaah di Indonesian Culture Centre di Woodside, 4.000 jemaah di Jamaican Muslim Centre dan berkhotbah di depan 6.000 jemaah di Masjid 96th Street. Sejak 9/11". Ia menjadi utusan tak resmi penegak hukum dan kantor wali kota.
"Seandainya Islam itu seperti Gedung WTC, Islam ketika itu sedang runtuh juga."
Imam Shamsi Ali. Foto: BBC
"Saya merasakan beratnya ketika itu, bagaimana membangun lagi. Kalau WTC secara fisik bisa dibangun lagi, tapi membangun image [citra] yang diruntuhkan ini… Bagaimana image yang selama ini kita bangun diruntuhkan. Sangat menyedihkan."
Baca Juga:Â Pastikan Komunitas Muslim Aman, Kepala Polisi New York Kawal Masjid Islamic Center
Hari itu, komunitasnya banyak mendengar "teman-teman yang menghadapi kekerasan. Ada masjid yang dirusak, ada perempuan yang dipukuli. Macam-macam kekerasan yang terjadi pada hari pertama."
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran