Imam Ahmad kemudian bermaksud tidur di teras masjid. Tapi ketika sudah berbaring di sana, penjaga itu datang lagi dan marah-marah kepadanya.
"Mau apa lagi syekh?" tanya penjaga masjid tersebut.
"Mau tidur, saya musafir," jawab Imam Ahmad.
Lalu penjaga itu berkata, "Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh."
Imam Ahmad pun diusir lagi. Ia bercerita, "Saya didorong-dorong sampai jalanan."
Kemudian di samping masjid ada penjual roti, tepatnya berada di sebuah rumah kecil. Di sana membuat sekaligus menjual roti.
Penjual roti tersebut sedang membuat adonan. Ia melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh penjaga masjid tadi.
Saat Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh, "Silakan kemari syekh, Anda boleh menginap di tempat saya. Saya punya tempat, meskipun kecil."
"Baik," ujar Imam Ahmad.
Ia lalu masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat adonan. Imam Ahmad tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya menyatakan sebagai musafir.
Penjual roti ini punya perilaku unik. Kalau Imam Ahmad mengajak berbicara, dijawabnya. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar, "Astaghfirullah."
Ketika meletakkan garam, "Astaghfirullah." Memecahkan telur, "Astaghfirullah." Mencampur gandum, "Astaghfirullah." Selalu mengucap istighfar.