"Fenomena backpacker ada tidak bisa dicegah tapi angkanya juga tidak besar. Sebagian besar masyarakat masih percaya pada travel karena di sana ada tanggung jawabnya secara profesional," kata Farid, Jumat (23/3/2024).
Farid menegaskan umrah beda dengan wisata ke luar negeri pada umumnya. Dalam pelaksanaan umrah ke Arab Saudi, ada perbedaan karakter dan budaya serta kaitannya dengan ibadah dengan melibatkan rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar ibadhanya menjadi sah. Misalnya, dari mana memulai thawaf, sai, dimana berhenti dan dimana memulai.
Belum kemudian tempat tempat mustajab untuk berdoa sehingga keinginan mendapatkan pahala dari ibadah umrah itu sebaik mungkin. Atau bagaimana jika melanggar rukun dan syarat apa yang harus dilakukan. Di situlah pentingnya pembimbing umrah. Kemudian bagaimana cara masuk ke raudhah dan banyak hal terkait pelaksanaan ibadah umrah.
Selain itu, masyarakat harus memahami bahwa umrah itu diatur UU No 8 Tahun 2019 tentang umrah dan haji. Sehingga pihak yang memberangkatkan jamaha umrah harus memeuhi persyaratan administrasi sesuai dengan standar, kualifikasi BNSP perusahaan sendiri atau orang. Misal, mereka adalah travel agent yang sudah berusia 2 tahun, punya kontrak dengan Arab Saudi serta jelas fisik kantornya.
Sebagai solusi, Farid mengusulkan pentingnya pemerintah duduk bersama dengan travel agen pelaksana umrah dan haji sebelum fenomena ini membesar. Apalagi, untuk agent umrah dan haji melibatkan 9 kementerian; Seperti Kementrian Hukum dan HAM terkait imigrasi, Luar Negeri (masyarakat Indonesia mendapatkan perlindungan), Kemenag (stake holder), Kemenparekraf (basiknya travel agent), dan Kementerian perhubungan (60% dari paket).
"Kalau dari Amphuri umrah tetap menjadi hubungan b to b (business to business) karena ini termasuk dalam pelayanan. Sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan serta jaminan keamanan dalam melaksanaan ibadah umrah dan haji," pungkasnya.
(Maruf El Rumi)