Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Sunat Perempuan Wajib atau Sunnah Menurut Islam?

Hantoro , Jurnalis-Kamis, 01 Agustus 2024 |15:01 WIB
Sunat Perempuan Wajib atau Sunnah Menurut Islam?
Ilustrasi hukumnya sunat perempuan menurut Islam. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

SUNAT perempuan wajib atau sunnah menurut Islam? Diketahui bahwa Pemerintah Indonesia resmi menghapus praktik sunat perempuan. Penghapusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun aturan tentang larangan sunat perempuan ini termaktub dalam Pasal 102 huruf a yang berbunyi: "Menghapus praktik sunat perempuan."

Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin menyambut baik terbitnya PP 28/2024. Ia mengatakan PP ini menjadi penguat bagi pemerintah untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia.

"Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri," ungkap Budi, dikutip dari keterangan resminya, Selasa 30 Juli 2024.

Ustadz Ady Kurniawan Al Asyrofi. (Foto: Instagram @ka_ade4396)

Hukum Sunat Perempuan Menurut Islam

Dai muda asal Cirebon Ustadz Ady Kurniawan Al Asyrofi menjelaskan bahwa sunat atau khitan perempuan di kalangan fuqaha (ahli fikih) berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya wajib atau sunnah.

Madzhab Syafi'iyyah yang disebutkan oleh Imam An-Nawawy dalam kitabnya yang berjudul Al-Majmu' mengatakan khitan wajib hukumnya bagi perempuan, dan juga pendapat-pendapat yang terdapat dalam madzhab yang shahih dan masyhur seperti ketetapan jumhur ulama.

Sedangkan Madzhab Hanabilah yang disebutkan oleh Ibnu Qadamah dalam kitabnya yang berjudul Al-Majmu' mengatakan khitan bagi perempuan hukumnya sunnah dan kebagusan bagi perempuan bila khitan. Pendapat inilah yang diikuti oleh kebanyakan ahli ilmu pengetahuan.

"Adapun khitan bagi perempuan yang ditetapkan oleh Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah yaitu sunnah," jelas Ustadz Ady Kurniawan ketika dikonfirmasi Okezone, Kamis (1/8/2024).

Dai lulusan Fakultas Ilmu Alquran di University of Alquranul Kariim, Omdurman, Sudan, ini menerangkan bahwa menurut Ibnu Hajar Al-Atsqolani ada dua pendapat hukum khitan, yaitu (1) Khitan wajib bagi perempuan. Pendapat ini dipelopori oleh Imam Syafi'i dan sebagian besar ulama madzhabnya; (2) Khitan bagi perempuan itu tidak wajib. Dapat dinyatakan oleh mayoritas ulama dan sebagian pendapat ulama Syafi'i.

Ibnu Hajar melanjutkan, untuk khitan perempuan, dalam Madzhab Syafi'i sekalipun pada praktiknya banyak perbedaan pendapat yang mengatakan khitan wajib untuk perempuan, namun ada juga yang mengatakan ia hanya wajib bagi perempuan yang klentitnya cukup menonjol, seperti para perempuan daerah timur.

"Bahwa sebagian pendapat Madzhab Syafi'i juga ada yang mengatakan bahwa khitan perempuan tidak wajib," papar Ustadz Ady Kurniawan. 

Dia melanjutkan, khitan bagi perempuan tidak berkaitan secara langsung dengan teks-teks agama karena tidak ada satu hadits shahih yang membicarakan mengenai khitan bagi perempuan dan alasan yang dikemukakan oleh para ulama yang sepakat dengan wajibnya khitan bagi perempuan adalah sangat lemah.

Menurut Imam Asy-Syaukani, dalam hal khitan, ulama membagi beberapa pendapat, wajib bagi perempuan, sunnah bagi perempuan.

Syekh Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan perbedaan pendapat ulama madzhab tentang hukum khitan dalam ensiklopedi fikihnya sebagaimana berikut:

"Khitan perempuan adalah sunnah kemuliaan (yang kalau dilaksanakan) disunnahkan untuk tidak berlebihan sehingga bibir vaginanya tidak terpotong agar ia tetap mudah merasa kenikmatan jimak (hubungan seksual)."

Menurut Imam Asy-Syafi'i, khitan adalah wajib perempuan. Sedangkan Imam Ahmad berkata bahwa khitan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan bagi perempuan yang biasanya dilakukan di daerah-daerah yang panas.

Tidak ada perintah yang tegas dalam Alquran untuk melakukan sunat atau khitan bagi perempuan. Demikian pula tidak ada perintah agama agar organ vital perempuan, khususnya klitoris dipotong, dilukai atau dihilangkan.

Pihak yang mengatakan khitan bagi perempuan bukan berasal dari Alquran, melainkan hanya dilihat dari kitab fikih, dan itu pun hanya dilihat dari hadits lemah (dha'if), antara lain hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibnu Hanbal:

حدّثنا سريحٌ حدثنا عبّاد يعني ابن العوّام عن الحجّاج عن أبي المليح بن أُسامة عن أبيه أن النبيّ صلّي الله عليه وسلّم قال الخِتِانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ (رواه أحمد).

Artinya: "Sunat/khitan itu dianjurkan untuk laki-laki (sunnah), dan hanya merupakan kebolehan (sunat) bagi perempuan." (HR Ahmad)

Dalam hadits tersebut dikatakan sunat perempuan bukanlah anjuran, melainkan sekadar kebolehan, tidak ada konsekuensi hukum sama sekali.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement