Mendengar hal itu, Cintya memutuskan untuk mengucap dua kalimat syahadat pada Jumat, 25 Desember 2020. Hari itu menjadi momen bersejarah bagi Cintya yang resmi menjadi mualaf dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ia mengundang teman-temannya untuk menyaksikan langkah hijrah pertamanya. "Aku panggil teman-teman aku ke sini semua. Mereka senang ikut semua ke sini. Dikasih wejangan sama bapak di sini supaya bisa saling nasihatin gitu," terangnya.
Proses hijrahnya di awal bukanlah hal yang mudah. Cintya masih goyah mengikuti kebiasaan lama dan lingkungannya. Namun, dia memaksakan diri untuk benar-benar berhijrah.
Cintya mulai memakai hijab setiap hari dan menginfokan orang-orang di sekitarnya, mulai anggota keluarga hingga rekan kerja.
Pada Awalnya keluarga Cintya mengira hijrahnya didorong rencana pernikahan dengan seorang pria Muslim yang kebetuan bekerja di tempat yang sama dan tinggal dekat dengan rumah Cintya.
"Keluargaku tuh bilang: Kamu tuh sebenernya mau menikah gitu kan? Bukan karena memang yakin ke situ (hijrah)," ucap Cintya menirukan ucapan keluarganya.
Namun setelah menjelaskan alasan berhijrah, keluarga memberikan dukungan dengan mengingatkan Cintya agar tidak goyah dan serius dalam menjalani pilihannya.
Setelah menikah, Cintya dan suami sama-sama belajar serta saling mendukung satu sama lain. Dia merasa jauh lebih rajin beribadah setelah hijrah.
Cintya merasakan bahwa hijrah ini adalah langkah yang besar dalam hidupnya, maka dari itu ia sangat butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya.
"Waktu awal-awal, aku ajak temanku ke sini. Aku suruh praktekkin (sholat). Dia di depan, aku di belakang. Jadi dia kayak guru aku," bebernya.
Cintya menyadari bahwa tantangan dan ujian hidup memang akan selalu ada dan terkadang hal tersebut melemahkan iman. Namun, dia selalu mengingatkan diri akan tujuan awal menjadi masuk Islam.
"Aku mikirnya, kamu lupa dulu kenapa kamu pengin hijrah? Kan kamu selalu bilang takut meninggal," jelasnya.
Cintya pun banyak berdoa dan meminta untuk selalu didekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Reminder akan kematian itulah yang selalu menguatkan dirinya untuk tetap berada di jalan yang benar, sehingga membangkitkan kembali semangat untuk beriman kepada Allah Ta'ala.
Sebagai penutup, Cintya memberikan pesan, "Paksakan diri untuk beribadah. Dalam agama mana pun, tidak ada ibadah yang mudah. Dalam hidup ini tidak ada ujian yang mudah. Namun, kita semua memiliki tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu, paksakan diri kita untuk beribadah."
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)