MAKKAH - Keikhlasan dan ketegaran hidup kerap kali lahir dari ujian berat, seperti yang ditunjukkan Endang Tri Nurniningsih. Perempuan berusia 60 tahun ini harus rela kehilangan kakinya 12 tahun lalu, atau tiga bulan setelah dirinya dan suami mendaftar haji.
Medio 2012, Endang yang menjalani profesi sebagai guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjalani perjalanan dari rumah ke UPT Dinas Pendidikan menggunakan sepeda motor. Ia bergerak ke UPT Dinas Pendidikan untuk mengurus perizinan Lembaga Kelompok Bermain. Nasib apes tak bisa ditolak, dalam perjalanan Endang mengalami kecelakaan.
“Di tengah jalan karena ada perbaikan jembatan saya ditabrak truk. Kaki saya sebelah kiri hancur, tinggal tulangnya saja," kata Endang saat ditemui tim Media Center Haji 2025 di Hotel Sofwat Al Sharook, Sektor 5 Wilayah Syisyah, Makkah, Senin (19/5/2025).
“Waktu itu saya melihat kaki saya hancur, saya lalu menghimpun kaki saya yang berserak sendiri, lalu saya foto dan saya kirimkan ke anak dan suami saya," kata Endang mencoba tegar menceritakan kisahnya.
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, ia mengalami kecelakaan mengerikan. Akibat kecelakaan itu, Endang harus rela kehilangan kaki kirinya karena harus diamputasi. Keputusan amputasi diambil demi mengurangi risiko yang lebih besar.
"Saya bilang sama dokter, Dok, sudah kaki saya diamputasi saja," kata Endang penuh lirih.
Namun, kehilangan kaki tidak membuat Endang patah arang. Ia tetap beraktivitas seperti biasa, yakni menjadi guru PAUD.
"Ini sudah takdir saya. Tidak ada yang perlu disesali," ujar perempuan yang memiliki suami supersetia ini.
Berselang 12 tahun dari kejadian, Endang berhasil menunaikan mimpi, yakni menjalani ibadah haji bersama sang suami, Khuya'i. Khuya’I merupakan pensiunan pegawai tata usaha di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Keduanya berangkat ke Tanah Suci melalui kelompok terbang (kloter) 22 Embarkasi Solo (SOC 22) asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Saat ini, keduanya sudah tiba di Makkah dan mereka pun sudah menjalani umrah wajib di Masjidil Haram beberapa hari lalu.
"Kalau Bapak masih bisa jalan, tapi kalau umroh atau ke masjidil haram pakai kursi roda, karena tidak kuat berjalan kaki jauh," kata Endang.
Kisah Endang Tri Nurniningsih mengajarkan kita bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih mimpi, asalkan hati tetap kuat, ikhlas, dan penuh syukur. Di tengah ujian hidup yang berat, ia tetap tersenyum, berjuang, dan akhirnya sampai ke Tanah Suci bersama belahan jiwanya. Sebuah pelajaran bahwa dengan keikhlasan dan keteguhan hati, jalan menuju berkah dan ridha Ilahi akan selalu terbuka.
(Ramdani Bur)