MADINAH - Sejumlah jamaah haji Indonesia kerap tidak melakukan klarifikasi atau kurang berhati-hati saat mempublikasikan suatu hal di media sosial. Akibatnya, banyak miss informasi saat netizen Tanah Air mendapatkan pemberitaan dari jamaah via media sosial.
Karena itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Amirsyah Sanusi Tambunan mengajak jamaah haji Indonesia bijak dalam bermedia sosial. Melakukan tabayyun atau klarifikasi penting dalam menyikapi sebuah informasi.
“Pertama saya ingin mengajak para pegiat media sosial, para pemerhati, tolong kedepankan bahasa tabayun, klarifikasi,” tegas Amirsyah Tambunan kepada Tim Media Center Haji 2025 di Madinah, Minggu (15/6/2025).
Amirsyah Tambunan menceritakan pengalaman saat menerima pertanyaan dari jamaah haji. Saat itu jamaah menanyakan soal petugas haji yang tidak mengenakan pakaian ihram.
“Saya ambil contoh satu. Ada satu jamaah yang bertanya kepada saya, ‘Itu kenapa petugas itu tidak pakai ihram?’ Saya bilang, itulah pengabdian petugas. Dia enggak usah menunaikan haji, yang penting bisa melayani jamaah. Terus menurut antum bagaimana? Oh ya sudah benar kalau begitu,” terang Amirsyah Tambunan.
“Artinya apa? Artinya kalau ada para pegiat media sosial tidak melakukan klarifikasi terlebih dahulu, langsung men-judge (menghakimi), itu sudah keliru,” lanjut pria berusia 62 tahun ini.
Amirsyah juga menyampaikan pesan yang didasarkan Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 6. Surat itu memerintahkan umat Islam untuk memverifikasi informasi sebelum mempercayainya.
Pendapat itu dimunculkan karena Amirsyah khawatir terhadap banyaknya penyebaran informasi keliru di media sosial. Informasi keliru ini muncul karena tidak adanya verifikasi atau klarifikasi terlebih dahulu. Jika dibiarkan, hal ini dapat berdampak buruk dan menimbulkan kesalahpahaman.
“Saya ini berkali-kali melakukan klarifikasi yang tidak pernah henti-hentinya. Padahal, kita tahu bahwa bermedia sosial ini juga bagian dari bermuamalah. MUI mengeluarkan fatwa nomor 24 tahun 2017,” terang Amirsyah
Hukum bermain media sosial bisa menjadi haram atau wajib tergantung bagaimana penggunaannya.
"Hukum bermuamalah di media sosial bisa jatuh hukumnya haram, bisa jatuh hukumnya wajib. Tergantung. Kalau dia bermedia sosial menyebarluaskan berita-berita yang hoaks, berita-berita yang tidak kontekstual, berita-berita gosip yang tidak benar,”
Terakhir, Amirsyah memberi apresiasi kepada petugas haji yang telah berjuang penuh di musim haji 2025. Petugas haji dipandang tak kenal lelah melayani jamaah haji.
“Tenaga-tenaga kita yang sudah berjibaku di lapangan, kita tentu mengapresiasi, meskipun ada beberapa orang yang mungkin kurang sungguh-sungguh, ya perlu dievaluasi,” tutup Amirsyah.
(Arief Setyadi )