Pada malam hari, Khalid mulai menyusun strategi untuk mengecoh musuh. Pagi harinya, ia mengatur ulang barisan pasukan. Posisi pasukan depan dipindah ke belakang, pasukan belakang maju ke depan, yang berada di sayap kiri digeser ke kanan, dan yang di sayap kanan dipindah ke kiri. Pergeseran posisi ini membuat musuh tidak lagi mengenali pasukan kaum muslimin. Mereka menyangka pasukan bantuan telah datang dari Madinah. Dengan perasaan gentar, pasukan musuh pun menjadi takut dan memilih mundur.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan, Nabi Muhammad berduka atas gugurnya Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Di hadapan para sahabat, bahkan sebelum berita kematian mereka sampai, beliau bersabda dengan mata yang berlinang, “Panji telah diambil oleh Zaid, dan ia gugur sebagai syahid. Kemudian panji dipegang oleh Ja’far, dan ia pun gugur sebagai syahid. Setelah itu diambil oleh Ibnu Rawahah, dan ia juga gugur sebagai syahid. Hingga akhirnya panji itu diambil oleh salah satu pedang Allah, lalu Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin.”
Meski pertempuran berlangsung sengit dan pasukan musuh sangat besar, jumlah syuhada di pihak kaum muslimin kurang dari sepuluh orang. Sementara jumlah korban dari pihak musuh tidak diketahui secara pasti, namun melihat kondisi pertempuran, jumlahnya pasti sangat banyak. Salah satu tandanya adalah sembilan pedang yang patah di tangan Khalid bin Walid, sebagaimana yang beliau sebutkan. Dengan izin Allah SWT, kaum muslimin akhirnya kembali dari medan Mu’tah membawa kemenangan. Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)