Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

"Beli" Akhirat dengan Dunia, Bisakah?

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Rabu, 01 Oktober 2025 |19:03 WIB
"Beli" Akhirat dengan Dunia, Bisakah?
"Beli" Akhirat dengan Dunia, Bisakah? (Ilustrasi/Pexels)
A
A
A

JAKARTA - Kehidupan di dunia hanya sementara. Ini berbeda dengan kehidupan akhirat yang kekal. 

Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Feri Septianto, dalam ceramahnya menyampaikan,  dunia adalah “darul bala,” tempat ujian, penuh dengan kesedihan dan musibah. Namun, dunia bisa juga menjadi jembatan untuk meraih ridha Allah SWT.

Mengibaratkan tema ceramahnya sebagai transaksi jual beli, Feri menyebutkan empat “mata uang” duniawi yang dapat digunakan untuk “membeli” akhirat. Keempatnya adalah usia, harta, ilmu, dan tenaga.

Pertama, ia menekankan pentingnya memanfaatkan usia untuk beribadah.

“Usia kita terbatas, tidak seperti Nabi Nuh yang berdakwah 950 tahun. Dari 24 jam sehari, berapa banyak yang kita gunakan untuk ibadah?” tanyanya, melansir laman Muhammadiyah, Rabu (1/10/2025).

Ia mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, “Shalli shalata muwaddi’” (sholatlah seperti sholat perpisahan), agar setiap ibadah dilakukan dengan penuh kesadaran seolah menjadi yang terakhir.

Kedua, Feri menyoroti harta sebagai alat untuk meraih surga, dengan syarat sumbernya halal dan digunakan untuk kebaikan.

Ia mencontohkan Abu Bakar As-Siddiq, yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah hingga “menolkan” rekeningnya, hanya menyisakan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya untuk keluarganya. Begitu pula Utsman bin Affan, yang membeli sumur milik seorang Yahudi untuk memenuhi kebutuhan air umat Islam di Madinah, meski awalnya hanya setengah kepemilikan.

“Harta yang kita keluarkan untuk sedekah, membangun masjid, pesantren, atau sumur, itulah harta kita yang sesungguhnya di akhirat,” tutur Feri.

Ketiga, ilmu yang bermanfaat menjadi investasi abadi.

 

Mengajarkan Al-Fatihah atau keterampilan sederhana seperti membuat poster dakwah di media sosial dapat menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meski kita telah tiada. 

“Jangan minder dengan ilmu yang kita miliki, sekecil apa pun, ajarkan kepada orang lain,” ajaknya.

Keempat, tenaga juga dapat menjadi sedekah.

Feri mencontohkan perbuatan sederhana seperti menyingkirkan paku atau ranting dari jalan, yang dapat menyelamatkan banyak orang, sebagai bagian dari iman. 
“Imatatul aza (menyingkirkan gangguan di jalan) adalah cabang iman terendah, tapi itu sedekah,” ungkapnya, mengutip hadis Nabi tentang seseorang yang diampuni dosanya karena menyingkirkan duri dari jalan.

Feri mengingatkan, Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya meski sering dikecewakan. “Manusia yang kita kecewakan mungkin meninggalkan kita, tapi Allah tetap memberikan nikmat-Nya,” ujarnya, menyebut kasih sayang Allah melebihi segalanya.

Ia menekankan pentingnya menjadikan akhirat sebagai tujuan utama, bukan dunia yang hanya seperti “rest area” bagi musafir. 

Mengutip doa Nabi, “Wala taj’al dunya akbara hammina” (jangan jadikan dunia tujuan terbesar kami), Feri mengajak jemaah untuk menjadikan dunia sebagai sarana ibadah, bukan tujuan hidup.

Wallahualam

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement