Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Kesedihan Nabi Muhammad SAW saat Putranya Meninggal Dunia

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Minggu, 05 Oktober 2025 |18:27 WIB
Kisah Kesedihan Nabi Muhammad SAW saat Putranya Meninggal Dunia
Kisah Kesedihan Nabi Muhammad SAW saat Putranya Meninggal Dunia (Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

Selanjutnya, setelah putra tercintanya Ibrahim wafat, Nabi Muhammad bersabda:

لَوْلَا أَنَّهُ وَعْدٌ جَامِعٌ، وَسَبِيلٌ مَأْتًى، وَأَنَّ الْآخِرَ مِنَّا يَلْحَقُ بِالْأَوَّلِ، لَوَجَدْنَا غَيْرَ الَّذِي وَجَدْنَا، وَإِنَّا بِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ، تَدْمَعُ الْعَيْنُ، وَيَجِدُ الْقَلْبُ، وَلَا نَقُولُ مَا يُسْخِطُ الرَّبَّ، وَفَضْلُ رَضَاعِهِ فِي الْجَنَّةِ

Artinya: “Seandainya tidak ada janji untuk berkumpul (di akhirat), jalan menuju tempat kembali, dan yang belakangan akan menyusul yang terdahulu, niscaya kami akan merasakan kesedihan yang lebih berat dari ini. Dan sesungguhnya kami benar-benar bersedih atas (kepergianmu) wahai Ibrahim. Air mata menetes, hati bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang membuat Allah murka. Dan sungguh, penyusuannya disempurnakan di surga.”

Kesedihan Nabi Muhammad atas kepergian putranya ini memberikan pelajaran berharga bagi umat Islam. Hal ini di antaranya bersedih dan menangis ketika berpisah dengan orang yang dicintai merupakan fitrah dari seorang manusia. Air mata yang mengalir merupakan wujud dari kasih sayang, bukan tanda lemahnya iman.

Rasulullah melarang umatnya melakukan niyahah, yaitu menangis dan meratapi kesedihan dengan berlebihan dan menyanjung mayit dengan sesuatu yang tidak ada padanya. 

Dengan demikian, seorang muslim boleh bersedih dan menangis atas kematian orang yang dicintainya, tetapi harus sewajarnya sehingga bisa tetap mengendalikan emosi, ucapan, maupun sikapnya. Wallahualam

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement