Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ada Najis di Pakaian, Sholat Tetap Sah?

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Selasa, 28 Oktober 2025 |08:58 WIB
Ada Najis di Pakaian, Sholat Tetap Sah?
Ada Najis di Pakaian, Sholat Tetap Sah? (Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Apakah sholat tetap sah saat diketahui ternyata ada najis di pakaian? Mungkin hal ini masih menjadi tanda tanya. 

Itu karena mungkin tanpa disadari, ada najis yang tertempel di pakaian saat sholat. Hal ini kemudian baru disadari setelah sholat selesai dilaksanakan. 

Yang perlu diingat, salah satu syarat sahnya sholat adalah keadaan yang suci dari najis. Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab menjelaskan, para ulama sepakat, syarat sah sholat adalah suci dari hadas dan najis; baik pada tubuh, pakaian, maupun tempat shalat. Jika syarat ini tidak terpenuhi, sholat dianggap tidak sah karena kesucian merupakan dasar utama dalam ibadah. 

Imam Nawawi menambahkan, ketentuan suci dari najis ini tidak hanya berlaku pada sholat fardhu, tetapi juga mencakup sholat sunnah, sholat jenazah, sujud tilawah, dan sujud syukur. Artinya, ibadah-ibadah tersebut, agar sah, orang yang shalat memastikan di badan, pakaian, dan tempat sholatnya terbebas atau suci dari najis. 

وَسَوَاءٌ صَلَاةُ الْفَرْضِ وَالنَّفَلِ وَصَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَسُجُودُ التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ فَإِزَالَةُ النَّجَاسَةِ شَرْطٌ لِجَمِيعِهَا. هَذَا مَذْهَبُنَا، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ، وَجُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ مِن السَّلَفِ وَالْخَلَفِ. 

Artinya: "Baik shalat fardhu maupun sholat sunnah, begitu pula shalat jenazah, sujud tilawah, dan sujud Syukur, maka menghilangkan najis adalah syarat bagi kesemuanya. Inilah mazhab kami (Syafi’iyah), dan pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, serta mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf," (Imam An-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, [Kairo: Idarat al-Thiba'ah al-Muniriyyah, 1347 H], Jilid III, hlm, 139). 

Terkait masalah najis yang terdapat pada pakaian saat sholat dan baru disadari setelah selesai, menurut Imam An-Nawawi, sebagaimana dijelaskan dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, pendapat resmi dalam mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, serta mazhab Hanbali dalam salah satu riwayat, menyatakan sholat dalam keadaan terdapat najis, meskipun tidak disengaja atau tidak disadari, tetap dihukumi tidak sah dan wajib diulang.

Pasalnya, sholat batal atau tidak sah, jika ada najis pada tubuh, pakaian, atau tempat, baik diketahui sebelum maupun setelah shalat. Menghilangkan najis adalah syarat sah sholat. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka sholat tidak dianggap sah, meskipun orang tersebut lupa atau tidak tahu ada najis. 

Simak penjelasan Imam Nawawi berikut:

 ( الشرح ) هذا الحديث سبق بيانه في باب إزالة النجاسة ، ومذهبنا أن إزالة النجاسة شرط في صحة الصلاة فإن علمها لم تصح صلاته بلا خلاف ، وإن نسيها أو جهلها فالمذهب أنه لا تصح صلاته ، وفيه خلاف نذكره حيث ذكره المصنف في أواخر الباب ، وسواء صلاة الفرض والنفل وصلاة الجنازة وسجود التلاوة والشكر ، فإزالة النجاسة شرط لجميعها ، هذا مذهبنا وبه قال أبو حنيفة وأحمد وجمهور العلماء من السلف والخلف ، 

Artinya: "(Penjelasan) Hadits ini telah dijelaskan sebelumnya dalam bab menghilangkan najis. Mazhab kami (Syafi’iyah) berpendapat bahwa menghilangkan najis adalah syarat sah shalat. Jika seseorang mengetahui adanya najis (pada tubuh, pakaian, atau tempatnya), maka sholatnya tidak sah menurut kesepakatan ulama. Jika ia lupa atau tidak mengetahui adanya najis tersebut, maka menurut mazhab (pendapat resmi Syafi’iyah), sholatnya tetap tidak sah. Namun dalam masalah ini ada perbedaan pendapat yang akan disebutkan oleh pengarang (Imam Nawawi) pada akhir bab ini. 

 

Hukum ini berlaku sama untuk sholat fardhu, sholat sunnah, sholat jenazah, sujud tilawah, maupun sujud syukur, menghilangkan najis adalah syarat untuk semuanya. Inilah pendapat mazhab kami, dan pendapat ini juga dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, serta mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf." (Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, Jilid III, hlm. 139). 

Selain Imam Nawawi, penjelasan serupa juga dikemukakan Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj. Dalam mazhab Syafi’i, sholat yang dikerjakan dalam keadaan terdapat najis yang tidak dimaafkan, baik najis itu ada di pakaian, badan, maupun tempat sholat, maka sholatnya tetap dianggap tidak sah, meskipun baru diketahui setelah selesai sholat. Untuk itu, sholat orang yang ada najisnya wajib diulang.

 ( ولو ) ( صلى بنجس ) غير معفو عنه في ثوبه أو بدنه أو مكانه ( لم يعلمه ) حال ابتدائه لها ثم علم كونه فيها ( وجب القضاء في الجديد ) ; لأنها طهارة واجبة فلا تسقط بالجهل كطهارة الحدث والقديم أنه لا يجب  

Artinya; "Jika seseorang sholat dalam keadaan terdapat najis yang tidak diampuni (ghairu ma’fu ‘anhu) pada pakaiannya, tubuhnya, atau tempat shalatnya, sementara ia tidak mengetahuinya ketika memulai sholat, lalu setelah sholat ia mengetahui adanya najis tersebut, maka menurut pendapat jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), wajib mengulang shalatnya. Sebab, bersuci dari najis adalah kewajiban yang tidak gugur hanya karena ketidaktahuan, sebagaimana halnya bersuci dari hadats," (Imam Syamsuddin Ar-Ramli, [Beirut: Darul Fikr, 1984 M], Jilid II, halaman 35). 

Sementara itu, di sisi lain, Ibnu Mundzir dalam kitab al-Awsath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, memberikan alternatif lain. Ia menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat mengenai seseorang yang shalat dengan pakaian, lalu setelah sholat baru mengetahui bahwa di pakaian itu terdapat najis. 

Sebagian ulama, kata Ibnu Mundzir, berpendapat orang tersebut tidak wajib mengulangi sholatnya. Alasan logis dari pendapat ini adalah karena seorang Muslim diperintahkan untuk sholat dengan pakaian yang ia yakini suci berdasarkan pengetahuannya saat itu. Ia tidak dibebani untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi atau di luar kemampuannya. Maka, jika ia telah sholat dalam keadaan demikian, berarti ia telah menunaikan kewajibannya sesuai dengan yang ia ketahui. 

 

Pendapat yang menyebutkan sholatnya dan tidak perlu mengulanginya itu dikemukakan oleh Ibnu Umar, ‘Atha’, Ibnu al-Musayyib, Thawus, Salim, Mujahid, asy-Sya’bi, az-Zuhri, an-Nakha’i, al-Hasan, Yahya al-Anshari, al-Auza’i, Ishaq, dan Abu Tsaur. Lebih jauh Simak penjelasan Ibnu Mundzir, berikut ini:

 وإذا صلى الرجل، ثم رأى في ثوبه نجاسة لم يكن علم بها،  ألقى الثوب عن نفسه، وبنى على صلاته، فإن لم يعلم بها حتى فرغ من صلاته فلا إعادة عليه، يدل على ذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يعد ما مضى من الصلاة. 

Artinya: “Jika seseorang sedang sholat lalu melihat najis pada pakaiannya yang sebelumnya tidak ia ketahui, maka ia cukup melepaskan pakaian itu dan melanjutkan sholatnya. Namun jika ia baru mengetahuinya setelah sholat selesai, maka sholatnya tetap sah dan tidak perlu diulang,” (Ibnu Mundzir, al-Awsath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, [Kairo: Darul Falah, 2010 M], Jilid II, hlm 288). 

Dari penjelasan di atas, terdapat dua pendapat. Namun, bagi masyarakat Indonesia yang umumnya bermazhab Syafi’i, sikap kehati-hatian tetap diutamakan. Dalam mazhab Syafi’i, menghilangkan najis merupakan syarat sah sholat. Karena itu, jika seseorang baru mengetahui setelah sholat ada najis di pakaiannya, sholatnya dianggap tidak sah dan wajib diulangi agar ibadahnya sempurna dan diterima Allah SWT. Wallahualam
 

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement