Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ketentuan Istri Gugat Cerai Suami, Simak Penjelasannya

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Kamis, 30 Oktober 2025 |20:11 WIB
Ketentuan Istri Gugat Cerai Suami, Simak Penjelasannya
Ketentuan Istri Gugat Cerai Suami, Simak Penjelasannya (Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

2. Istri mengajukan khuluk kepada suami. Khuluk menurut syariat adalah jatuhnya talak dengan adanya timbal balik (‘iwadh) materi yang disepakati.  

Umumnya, khuluk terjadi karena keinginan istri untuk bercerai dari suaminya. Khuluk menurut qaul jadid mazhab Syafi’i adalah talak ba’in sughra di mana suami tidak boleh ruju’ dengan istri selama masa ‘iddah dan suami membutuhkan akad nikah yang baru agar dapat kembali kepada istri yang telah khuluk. (Syihabuddin Ar-Ramli, Fathur Rahman [Beirut: Darul Minhaj, 2009] halaman 780). 

Penyebutan (sighat) khuluk juga harus menyebutkan bentuk timbal balik (‘iwadh) yang diketahui nominalnya serta memiliki nilai ekonomi. Seandainya bentuk timbal balik (‘iwadh) tidak diketahui bentuknya (majhul) ataupun berupa barang yang najis seperti arak dan sejenisnya ataupun berupa barang yang tidak dilegalkan dalam syariat Islam maka ditetapkan ukuran mahar mitsl (mahar yang berpatokan kepada mahar kerabat perempuan sang istri) sebagai bentuk timbal balik (‘iwadh). 

Selain itu, khuluk yang diajukan istri termasuk akad ju’alah (sayembara) karena penyebutan (sighat) khuluk dari perempuan pada umumnya adalah “seandainya kamu mau menjatuhkan talak kepadaku, niscaya kamu akan mendapatkan harta sekian.” 

Oleh karena itu, khuluk yang diajukan istri sangat membutuhkan persetujuan dari suami, seandainya suami tidak mau menceraikan maka khuluk tidak dapat berakibat talak. (Al-Juwaini Abdul Malik, Nihayatul Mathlab [Beirut, Darul Minhaj: 2007 M], juz XIII, halaman 328). 

 

3. Istri mengajukan fasakh nikah kepada pengadilan agama. Umumnya fasakh nikah adalah istri mengajukan kepada hakim untuk menjatuhkan fasakh nikah karena suami tidak mampu menafkahi dengan paling sedikitnya nafkah dari harta yang halal. Misal, suami jatuh miskin hingga tidak mampu menafkahi sedikitpun ataupun suami mampu menafkahi tapi dari pekerjaan yang haram maka istri boleh meminta fasakh nikah kepada hakim. 

Menurut Ibnu Shalah, istri berhak mengajukan fasakh nikah seandainya suami meninggalkannya dan tidak diketahui keberadaannya serta tidak memberikan nafkah sedikitpun (Ad-Dimyathi Abu Bakar Syatha, ‘Ianah Ath-Thalibin [Beirut: Darul Fikr, 1997] juz IV, halaman 97). 

Sang istri juga diperbolehkan mengajukan fasakh nikah karena suami memiliki cacat fisik (‘aib) seperti mengalami impoten dan telah menunggu selama satu tahun. Selain itu, fasakh nikah juga dijatuhkan seandainya suami murtad ataupun tidak memenuhi syarat dan rukun dalam akad nikah. (Al-Imrani Abu Husain Yahya, Al-Bayan fi Mazhabil Imamis Syafi’i  [KSA: Darul Minhaj, 2000] juz IX, halaman 297). 

Di Indonesia, permintaan fasakh nikah oleh istri karena ditinggal pergi oleh suami tanpa kejelasan dan izin dari istri dapat diajukan ketika telah ditinggal pergi selama dua tahun. Hal ini sebagaimana dalam Pasal 39 UU.No.1/1974 jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang berbunyi “Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin dari pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena ada hal lain yang di luar kemampuannya.” 

Fasakh nikah karena cacat fisik juga telah tercantum dalam Pasal 39 UU.No.1/1974 jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang berbunyi “Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri”. Sedangkan, fasakh nikah karena suami murtad juga telah tercantum dalam Pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.” 

 

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement