Lantas, bagaimana jika anak tersebut sudah dewasa, sehat, dan memiliki pekerjaan serta penghasilan sendiri? Syekh Ibrahim al-Baijuri menjelaskan bahwa anak yang telah dewasa dan berkecukupan tidak lagi menjadi tanggungan nafkah ayahnya.
Lebih spesifik, seorang anak yang sudah mampu bekerja dengan pekerjaan yang layak sesuai kondisinya, maka kewajiban nafkah dari ayah menjadi gugur. Al-Baijuri menyatakan:
فَالْغَنِيُّ الْكَبِيرُ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُ... وَقَدِ اسْتُفِيدَ مِمَّا تَقَدَّمَ أَنَّ الْوَلَدَ الْقَادِرَ عَلَى الْكَسْبِ اللَّائِقِ بِهِ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهُ، بَلْ يُكَلَّفُ الْكَسْبَ
"Anak yang sudah kaya dan dewasa tidak wajib dinafkahi. Anak yang mampu mencari nafkah yang layak baginya, maka tidak wajib dinafkahi, tetapi ia dibebani untuk mencari nafkah sendiri."
Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa berdasarkan pandangan para ulama, anak pertama yang sudah bekerja tetapi belum menikah tidak lagi wajib dinafkahi oleh ayahnya. Ketika seorang anak telah dewasa, sehat, dan memiliki kemampuan serta penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, maka kewajiban nafkah ayah terhadapnya gugur. Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kini beralih kepada dirinya sendiri.
Wallahu a‘lam.
(Rahman Asmardika)