Syaikhona Kholil al-Bangkalani atau Kiai Kholil (1820-1923 M) merupakan seorang ulama kharismatik dari Pulau Madura, Jawa Timur. Status kewalian guru pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari itu sudah diamini oleh para ulama seantero dunia.
Syaikhona Kholil disebut sebagai ulama yang memiliki banyak karomah di luar akal yang dikisahkan dari lisan ke lisan. Terutama di lingkungan masyarakat Jawa dan Madura. Sebagian besar kisah tersebut terbilang kisah unik dan nyentrik.
(Foto: Pixabay)
Dilansir Okezone dari berbagai sumber, salah satu kisah tersebut adalah ketika Kiai Kholil kehabisan waktu salat Ashar di Madura, tetapi akhirnya malah ikut jamaah salat di Masjidil Haram.
Diceritakan, Kiai Kholil dan Kiai Syamsul Arifin sedang berdiskusi di pinggir pantai, membahas pesantren dan keadaan umat pada masa itu. Beliau berdiskusi begitu lama hingga lupa bahwa waktu salat Ashar segera habis.
Kiai Syamsul Arifin yang ingat bahwa mereka belum melaksanakan salat Ashar, segera memberi tahu Kiai Kholil. Karena waktu ashar hampir habis, kiai Syamsul Arifin mengatakan, mereka tidak mungkin salat secara sempurna.
Kiai Kholil kemudian mengutus Kiai Syamsul Arifin untuk mengambil kerocok, bukannya mencari tempat wudhu dan musala. Kiai Syamsul Arifin yang bingung tetap sami’na wa atho’na dan beliau tetap mencari daun kerocok.
Setelah menemukannya, Kiai Kholil lantas mengajak Kiai Syamsul untuk naik di atas kerocok tersebut. Tiba-tiba kerocok itu melesat super cepat ke arah Makkah. Sesampainya di Makkah, azan salat Ashar baru saja dikumandangkan dan mereka mendapatkan saf pertama salat Ashar berjamaah di Masjidil Haram.
Selain kisah-kisah karamah, terdapat pula peninggalan Kiai Kholil yang masih ada wujudnya hingga sekarang. Salah satunya adalah kentongan yang beliau buat, ketika menjadi santri di Canga'an, Bangil, Pasuruan.
Konon katanya, jika kentongan itu ditabuh oleh Syaikhona kholil di setiap waktu salat, suaranya bisa terdengar sampai Bangkalan, Madura.
Sejarawan sekaligus tokoh agama KH Agus Sunyoto mengatakan, bunyi kentongan Kiai Kholil yang dibunyikan dari Pasuruan dan terdengar sampai Bangkalan hingga saat ini belum bisa dibuktikan kebenarannya. Sebab cerita-cerita rakyat yang beredar di masyarakat biasanya sudah dilebih-lebihkan saat diceritakan dari mulut ke mulut. Apalagi kisah ulama yang terkenal.