Namun, niatnya itu segera dihalangi oleh Rasulullah SAW. Abu Bakar pun akhirnya pulang membawa kekesalan. Sementara setelah ayah mertuanya pulang, Rasulullah bertanya kepada istrinya, Aisyah, “Bagaimana menurutmu tentangku yang telah menyelamatkanmu dari pria itu?”
Selama beberapa hari, Abu Bakar pun tak bicara, sampai kembali meminta izin mendatangi Rasulullah SAW dan mendapati keduanya sudah kembali rukun. Beliau berkata kepada keduanya, “Bawalah aku dalam kedamaian kalian berdua sebagaimana kalian membawaku dalam pertengkaran kalian.” Rasulullah SAW menjawab, “Sudah, sudah kami lakukan.”
Di sini terlihat jelas, kasih sayang Rasulullah SAW melebihi kasih sayang seorang ayah. Abu Bakar yang hendak menampar sang putri, segera dihalangi Nabi Muhammad. Itu tak mungkin lahir kecuali dari kasih sayang dan kelembutannya terhadap wanita.
Terlihat jelas, Rasulullah SAW adalah seorang yang memahami karakter perempuan. Begitu pula karakter, kebutuhan, dan kondisi psikologis anak-anak. Selain menjadi ayah pilihan, Rasulullah SAW juga dikenal sebagai suami yang lemah lembut dan tak sungkan membantu pekerjaan istrinya.
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, suatu ketika, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha pernah ditanya perihal aktivitas beliau saat di rumah. ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah SAW biasa menjahit pakaiannya, memperbaiki sandalnya, dan mengerjakan apa yang dikerjakan kaum pria di rumah.”
Kelembutannya itu kemudian ditularkannya kepada para sahabat. Ia mengajarkan agar mereka selalu berpesan kebaikan terhadap istri mereka. “Berpesanlah kalian kepada para wanita dengan kebaikan. Karena mereka laksana tawanan di sisi kalian.”