Jika dilihat penjelasan di atas, maka dalam madzhab Syafii pemberian mut'ah hukumnya wajib. Namun ada pengecualian, tidak semua cerai mendapat mut'ah. Misalnya dalam kasus cerai mati. Seorang istri ditinggalkan suaminya meninggal dunia, sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi:
اَلْفُرْقَةُ ضَرْبَانِ فُرْقَةٌ تَحْصُلُ بِالْمَوْتِ فَلَا تُوجِبُ مُتْعَةً بِالْإِجْمَاعِ
"Perpisahan itu ada dua macam, pertama perpisahan yang terjadi sebab kematian. Maka dalam kasus ini menurut ijma’ para ulama tidak mewajibkan memberikan mut’ah" (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Raudlah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 7, h. 3, h. 319).
(Muhammad Saifullah )