Bilal, yang oleh kaum Muslim lain disebut sebagai "tuan" karena pengetahuan dan rahmatnya, menjadi muazin Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Ia bertanggung jawab memanggil umat Islam menunaikan sholat lima waktu melalui seruan azan.
Dalam memilih Bilal untuk peran terhormat ini, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan bahwa pengucilan sosial dan subordinasi berdasarkan warna kulit tidak diperbolehkan dalam masyarakat Islam.
Ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mengubah semua itu. Dia menekankan pentingnya kesalihan sebagai ciri penghormatan.
Dalam menantang Abu Dharr, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan bahwa ia bersedia menegur, bahkan teman terdekatnya, jika orang itu merendahkan seseorang karena etnisnya.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam percaya bahwa bentuk "kesukuan", atau al asabiyyah dalam bahasa Arab, bersifat mendorong orang ke loyalitas etnis bahkan bisa berarti mendukung ketidakadilan.