Berkat kecerdasan, kealiman, dan keluasan ilmu serta kemampuannya; akhirnya Kiai Sholeh Darat mendapat ijazah dari beberapa gurunya untuk mengajar di Makkah.
Selama di Makkah, beliau didatangi banyak murid, terutama dari kawasan Melayu-Indonesia. Beberapa tahun kemudian Kiai Sholeh Darat kembali ke Semarang karena ingin berkhidmat kepada Tanah Air.
Baca juga: Kisah Mualaf Deddy Corbuzier, Merasa Sangat Nyaman Setelah Jadi Muslim
Beliau kemudian mendirikan pesantren di kawasan Darat, Semarang. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai Kiai Sholeh Darat.
Kepada murid-muridnya, Kiai Sholeh Darat selalu menganjurkan agar mereka giat menuntut ilmu. Menurut beliau, inti Alquran adalah dorongan kepada umat manusia untuk menggunakan seluruh potensi akal budi dan hatinya guna memenuhi tuntutan kehidupan dunia dan akhirat.
Beberapa santri seangkatannya antara lain KH Muhamad Nawawi Banten (Syaikh Nawawi Aljawi) dan KH Cholil Bangkalan.
Sepulang dari Makkah, Muhammad Shaleh mengajar di Pondok Pesantren Darat milik mertuanya KH Murtadlo. Semenjak kedatangannya, pesantren itu berkembang pesat. Di pesantren inilah lahir ulama-ulama seperti Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Haji Mahfuz Termas yang pakar hadis dan pendiri Pesantren Termas Pacitan.
Baca juga: Cerita Mualaf Influencer Sheikha Golani, Rasa Sakitnya Hilang ketika Pertama Kali Sujud
Kemudian ada KH Ahmad Dahlan sang pendiri organisasi Muhammadiyah, KH Idris pendiri Pesantren Jamsaren Solo, KH Sya’ban sang ahli ilmu falak yang tersohor, KH Bisri Syamsuri, dan KH Dalhar.
Salah satu muridnya yang terkenal tetapi bukan dari kalangan ulama adalah Raden Ajeng Kartini. Karena RA Kartini inilah Kiai Sholeh Darat menjadi pelopor penerjemahan Alquran ke bahasa Jawa.