Pada tahun 1928, Kiai Nawawi dan teman-temannya mendirikan cabang Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) Mojokerto. Hanya berselang dua tahun pasca-NU resmi didirikan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari pada 31 Januari 1926. Ketika itu Kiai Nawawi menjabat pengurus Syuriah. Kiai Nawawi juga rutin turun ke musala-musala untuk melakukan dakwah.
"Selain menyebarkan ajaran Islam, Kiai Nawawi juga mengajak masyarakat melawan penjajah. Mulai sejak penjajahan belanda hingga saat Jepang datang ke Indonesia tahun 1943. Ajaran beliau cinta Tanah Air dan bangsa adalah bagian dari iman," tulis Masrur.
Baca juga: Rombongan Sahabat Nabi Sempat ke Indonesia ketika Hijrah? Ini Kata Ustadz Adi Hidayat
Tidak hanya dalam dakwah, Kiai Nawawi juga turun langsung ke medan palagan dalam melawan penjajah. Ketika itu pada Oktober 1945, pasukan pejuang dipukul mundur pasukan sekutu dari Kota Pahlawan. Tentara gabungan Inggris, Gurkha dan Belanda, ingin kembali menguasai Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Wali Kota Surabaya kala itu Rajiman Nasution datang ke markas tentara Hizbullah yang selama ini membangun benteng di utara Alun-alun Kota Mojokerto. Kepada para kiai di Mojokerto, Rajiman meminta bantuan mengadang pasukan sekutu yang hendak menguasai Sidoarjo dan Mojokerto.
Baca juga: Ustadz Adi Hidayat Ungkap Prabu Siliwangi Beragama Islam, Ini Buktinya
Meski tidak muda lagi, Kiai Nawawi menjadi orang pertama yang menyatakan kesiapannya turun ke medan pertempuran. Bersama KH Mansur, KH Abdul Jabar, KH Ridwan serta beberapa pasukan Hizbullah; pasukan Kiai Nawawi masuk ke Sidoarjo. Pasukan ini bergabung dengan pasukan kiai-kiai dari daerah lain di bawah pimpinan KH Hasan Bisri.
"Banyak pertempuran yang kami alami saat itu. Mulai dari pertempuran Surabaya, kemudian di wilayah Sepanjang, Kedurus, Kletek dan terakhir di Sukodono, Sidoarjo," tutur Sueb, salah seorang santri Kiai Nawawi yang saat itu turut serta ikut dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.