Sisanya yang 121 orang disebut kiai, suatu istilah yang secara longgar dipakai di Jawa sebagai gelar kehormatan bagi 10 desa, guru agama, serta guru kebatinan.
Konon para pemuka agama dan pondok pesantren ini dipercaya Pangeran Diponegoro lantaran memiliki kekuatan magis yang membuatnya bisa terbang dan memengaruhi cuaca. Hal ini yang membuat para pemimpin pondok pesantren coba meminta kekuatan hidup berupa darah dari pangeran, dalam diri saudara perempuan Pangeran, Raden Ayu Sosrodiwiryo, untuk memperat ikatan kekerabatan dengan Pangeran Diponegoro.
Baca juga: Kisah Sukses Bos PO Haryanto Miliki 300 Bus Berkat Santuni Anak Yatim hingga Berangkatkan Haji Umrah
Dikisahkan para santri dan tokoh agama ini merapat ke Pangeran Diponegoro karena adanya peristiwa saat ribuan tokoh agama dan kaum kerabatnya dibantai di Alun-alun Keraton Plered, sekira tahun 1650.
Perang-perang suksesi di Jawa pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18 menjadi saksi ketegangan antara keraton dengan kauman, sebuah komunitas agama yang kuat. Para ulama yang dihormati, seperti ulama di Kajoran, Panembahan Rama, ikut memberontak melawan kekuasaan raja. Hal ini sama dengan pemberontakan yang dipimpin oleh bangsawan muda asal Madura yang saleh, bernama Raden Trunojoyo di tahun 1676–1680.
Baca juga: 10 Artis Korea Beragama Islam, Nomor 1 Jadi Mualaf Usai Mengunjungi Indonesia
Komitmen pribadi Pangeran Diponegoro terhadap Islam dan kontak-kontaknya yang luas dengan para santri di Jawa tengah bagian selatan menjadikan Pangeran Diponegoro dianggap seorang bangsawan Jawa, tetapi tidak seperti bangsawan umumnya.
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)