Keluarga Para Periwayat Hadis
Imam Malik tumbuh dalam iklim keilmuan dan periwayatan hadis yang berkembang pesat di Madinah. Setelah merampungkan hafalan Alquran di usia belia, Imam Malik mulai menghafal hadis. Di kota Nabi itu, ia memperoleh segala hal yang mendukung untuk menghafal hadis.
Imam Malik sangat termotivasi dengan kegigihan ayahnya dalam menuntut ilmu. Kesungguhan sang ayah ternyata berpengaruh besar kepada dirinya, sehingga Imam Malik menjadi seorang imam besar.
Baca juga: Yakin 100% Islam Agama Paling Benar, Bule Cantik Ini Mantap Jadi Mualaf
Imam Malik memiliki tiga paman yang terhormat dan terpandang. Mereka adalah Uwais, Nafi, dan Rubayyi. Selain Anas, ayah Imam Malik, mereka adalah para periwayat hadis yang meriwayatkan dari bapak mereka sendiri yakni Malik Abu Anas.
Kakek Imam Malik adalah Malik bin ‘Amr yang menjadi sumber hadis untuk anak-anaknya sendiri. Kakek Imam Malik termasuk tokoh dan ulama dari kalangan Tabi’in. Abu Anas biasanya meriwayatkan hadis dari Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah Ummul Mukminin (Suwaidan, 2012: 35-36).
Baca juga: Jadwal Sholat Hari Ini, Rabu 19 Januari 2022M/16 Jumadil Akhir 1443H
Ulama Pendorong Reformasi dan Perdamaian
Ketika masa peralihan kekuasaan dari Dinasti Muawiyah ke Dinasti Abbasiyah, kekacauan merajalela. Bahkan, Kota Madinah diserang, dan banyak anak-anak kaum Muhajirin serta Anshar yang dibunuh.
Pada masa Abu Ja’far al-Manshur keadaan mulai kondusif. Sang maestro penulis kitab al-Muwaththa’ ini hidup pada masa dua dinasti, yaitu Umayyah dan Abbasiyah. Ia juga turut menjadi saksi sejarah berbagai peristiwa dan konflik yang terjadi di masa keduanya. Makanya, ia senantiasa mendorong reformasi dalam berbagai bidang, terutama setelah keadaan damai.
Imam Malik lahir pada Dinasti Bani Umayyah, tepatnya masa kekhilafahan Al-Walid bin Abdul Malik di tahun 93H/712M. Banyak tragedi yang disaksikan langsung oleh pendiri Mazhab Maliki tersebut. Sang Imam Madinah sempat menjadi saksi sejarah perpecahan umat Islam dampak dari perserteruan antara Sayyidina Ali dan Muawiyah.
Ia juga menyaksikan pemberontakan yang dilakukan golongan Khawarij. Situasi itu yang membentuk pemikiran Imam Malik. Menurutnya, stabilitias kondisi masyarakat pasti berbuah kebaikan para penguasanya. Maka itu, memperbaiki kondisi dan keadaan rakyat menjadi niscaya dan pangkal dalam sebuah negara.