HADIAH umumnya merupakan sebuah reward atau penghargaan yang bisa dikatakan sebagai ucapan terima kasih ketika seseorang menghargai usaha orang lain. Lantas, bagaimana jika hadiah diberikan oleh klien kepada karyawan? Apakah boleh menurut ajaran Islam? Berikut penjelasannya Ustadz Ammi Nur Baits ST BA.
Ketika ada seorang yang menggunakan jasa pelayanan atau costumer (klien), memberikan sebuah hadiah kepada karyawan maka itu hadiah yang mubah. Pastikan hadiah, sebelum diterima oleh karyawan, sudah mendapat izin dari perusahaan untuk menerima.
Baca juga: Viral Bocah Penjual Basreng Sedekah Sembunyi-Sembunyi untuk Pesantren Aa Gym
"Contoh hadiah yang mubah di antaranya adalah hadiah yang diberikan oleh klien dan Anda mendapatkan izin dari perusahaan untuk menerima," ujar Ustadz Ammi Nur Baits dalam unggahan di akun Instagram-nya @amminurbaits.
Ia menambahkan, ketika Anda dilaporkan setelah mendapat hadiah oleh seseorang maka tetap saja itu hukumnya boleh atau mubah. Dengan syarat perusahaan tersebut perusahaan swasta, bukan negeri.
Baca juga: Ucap Bismillah, Martunis Putra Cristiano Ronaldo Lelang Jersey demi Bangun Pesantren di Aceh
Lebih lanjut Ustadz Ammi menerangkan bedanya perusahaan swasta dan negeri pada letak hukumnya atau penentu boleh atau tidaknya. Bagi perusahaan swasta yang menentukan yaitu atasan atau pemimpin perusahaan tersebut.
Sedangkan perusahaan negeri terletak pada undang-undang yang berlaku, sebuah aturan yang telah dibuat/diciptakan perusahaan tersebut. Bukan pemimpin atau atasan si karyawan yang memberikan izin boleh/tidak karyawan mendapat hadiah dari klien.
Sebab, pemimpin dalam perusahaan negeri atau negara juga merupakan karyawan yang bekerja di perusahaan itu.
Baca juga: Viral Nikah Beda Agama di Semarang, Wanita Muslim Ikut Pemberkatan di Gereja
Baca juga: Hina Azan, Orang Ini Dapat Azab Meninggal dengan Mulut seperti Moncong Binatang
"Kalau perusahaan milik negara maka yang berwenang memberikan izin bukan atasan dalam perusahaan milik negara, atasan maupun bawahan sama-sama karyawan maka yang berhak memberikan izin untuk urusan negara adalah aturan/undang-undang," jelasnya.
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)