Secara hisab, bila posisi hilal di wilayah Indonesia berada pada ketinggian antara 1 sampai 2 derajat. Artinya, hilal sudah di atas ufuk, sehingga secara hisab wujudul hilal, 1 Ramadhan jatuh pada keesokan harinya.
Namun, ada juga ormas yang menggunakan metode rukyatul hilal. Meski melakukan penghitungan secara astronomis (hisab), namun keputusannya masih menunggu hasil pemantauan hilal.
Sementara pemerintah, sesuai Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004, menggunakan hisab dan rukyatul hilal. Hasil perhitungan hisab digunakan sebagai informasi awal, dan dikonfirmasi melalui mekanisme rukyat.
Perbedaan pendapat dalam fikih itu menjadi hal biasa, sesuatu yang lumrah dan wajar terjadi. Meski begitu, dalam masalah yang penting dan menyangkut kepentingan orang banyak, semestinya keputusan pemerintah menjadi solusi untuk ditaati.
Imam Al Syarwani dalam Hasyiyah Al Syarwani menjelaskan, perselisihan tentang penentuan awal Ramadhan itu berlaku jika pemerintah tidak menetapkan keputusan dalam masalah tersebut. Akan tetapi, jika pemerintah memutuskan, maka seluruh rakyat wajib berpuasa dan keputusan pemerintah tidak boleh dilanggar.
Itulah jawaban dari pertanyaan: kenapa penetapan 1 Ramadhan berbeda-beda? Wallahu a'lam bisshawab.
(Rani Hardjanti)