Lebih lanjut, kata Febi, masjid di Beograd tidak melayani 24 jam atau sampai subuh. Dibuka hanya sebatas untuk tarawih saja. Sehingga ia dan teman-teman muslim lainnya dari Indonesia tidak bisa merasakan 10 malam terakhir Ramadhan itikaf di masjid.
"Di sana mungkin gitu keadaannya dalam darurat. Tapi menurut saya kalau kita dikasih tantangan, kita selalu punya jawaban di balik tantangan itu. saya selalu percaya itu," terangnya.
Meskipun demikian, Febi mengganti asramanya menjadi tempat itikaf selama menghabiskan 10 hari terakhir Ramadhan. Hal itu tidak mengurangi semangatnya dalam beribadah, serta tetap meniatkan kebaikan selama puasa di Serbia.
"Jadi ya lakukan dengan maksimal, seperti sedekah, baca Quran juga memperbanyak sholat, memperbanyak zikir gak mengurangi maknanya. Justru ibadah makin sulit malah pahalanya makin besar," pungkasnya.
(Vivin Lizetha)