Bagaimana Hukum Pinjaman Pribadi dalam Islam? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini

Endang Oktaviyanti, Jurnalis
Kamis 31 Agustus 2023 10:22 WIB
Ilustrasi Hukum Pinajaman dalam Islam (Foto:Okezone)
Share :

BAGAIMANA hukum pinjaman pribadi dalam Islam? Hal ini harus diketahui umat Muslim agar tidak salah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pinjam meminjam adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada orang lain. Dalam Islam pinjam meminjam juga dikenal dengan istilah Qardh.

Pinjaman pribadi biasanya berhubungan dengan angsuran dengan sejumlah nominal untuk kebutuhan pribadi. Tentunya semua disesuaikan dengan perjanjian mulai dari tenor hingga bunga yang disepakati dari awal.

Pada prinsipnya Islam tidak melarang melakukan pinjaman secara pribadi.

Bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan yang pada akhirnya membuahkan hubungan persaudaraan.

Namun, harus menjadi perhatian ketika hubungan pinjam meminjam tersebut tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh syariat Islam. Misalnya terjadi adanya riba atau bunga yang harus dibayarkan.

Salah satu contoh yang marak terjadi pinjaman pribadi lewat pinjaman online (Pinjol). Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa pinjol tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar pada November 2021, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya fatwa mengenai pinjaman online, di mana mengandung unsur riba.

Sebenarnya bukan hanya pinjaman online saja yang dianggap haram, hukum serupa juga ditetapkan pada pinjaman offline atau secara langsung yang juga mengandung unsur riba.

Hal tersebut tentu saja berseberangan dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT bahkan telah melarang umat-Nya untuk melakukan riba:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

Secara lebih rinci agar kita tidak terjebak praktik riba, Habib Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain binUmar al-Masyhur menjelaskan dalam kitabnya.

Jadi, pada dasarnya hukum pinjaman pribadi dalam Islam bisa saja. Hanya harus diperhatikan adalah niat yang ada seperti niat secepatnya untuk melunasi hutang tersebut apabila telah mendapat rezeki. Dengan tidak menundanya, maka hukum pinjaman tersebut diperbolehkan.

Sementara itu, bagi peminjam yang secara ikhlas memberikan pinjamannya dan berniat untuk menolong maka pinjaman tersebut juga menjadi diperbolehkan hukumnya. Namun, secara adab dan etika setiap hutang harus dibyar.

إِذِ الْقَرْضُ الْفَاسِدُ الْمُحَرَّمُ هُوَ الْقَرْضُ الْمَشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ هَذَا إِنْ وَقَعَ فِيْ صُلْبِ الْعَقْدِ فَإِتْ تَوَاطَآ عَلَيْهِ قَبْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيْ صُلْبِهِ أَوْ لَمْ يَكُنْ عَقْدٌ جَازَ مَعَ الْكَرَاهَةِ كَسَائِرِ حِيَلِ الرِّبَا الْوَاقِعَةِ لِغَيْرِ غَرَضٍ شَرْعِيٍّ

“Praktek hutang yang rusak dan haram adalah menghutangi dengan adanya syarat memberi manfaat kepada orang yang menghutangi. Hal ini jika syarat tersebut disebutkan dalam akad. Adapun ketika syarat tersebut terjadi ketika sebelum akad dan tidak disebutkan di dalam akad, atau tidak adanya akad, maka hukumnya boleh dengan hukum makruh. Seperti halnya berbagai cara untuk merekayasa riba pada selain tujuan yang dibenarkan syariat.” (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 135)

Wallahu a'lam bisshawab.

(RIN)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya