Hal yang dimaksud "bekas haid" (dalam hadits diungkapkan dengan al-hiyadh) adalah pembalut yang digunakan ketika haid, sebagaimana penjelasan Al Mubarokfuri ketika menjelaskan hadits ini di kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi.
Teks hadis ini menunjukkan bahwa para sahabat membuang pembalut dalam kondisi masih penuh darah haid. Karena para sahabat yang menanyakan sumur budha'ah meyakini bahwa air sumur itu bercampur dengan darah haid, sehingga mereka menanyakan status kesucian air itu.
Adapun hal yang wajib dilakukan adalah membersihkan darah haid yang menempel pada pakaian atau tubuh ketika hendak melakukan sholat, baik sholat fardhu atau wajib maupun sunnah.
Oleh karena itu, jika ada sebagian perempuan yang meyakini bahwa membuang pembalut bekas haid tanpa dicuci terlebih dahulu adalah hal yang tidak dilarang maka harus dihormati.
Namun jika mereka beralasan mencuci pembalut bekas haid sebelum dibuang bertujuan mengurangi pencemaran lingkungan, maka itu perbuatan yang lebih baik dilakukan.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)