APA hukum merayakan Valentine bagi umat Islam? Ustadz Ammi Nur Baits ST BA menjelaskan bahwa di antara bencana yang menimpa pemuda Islam adalah sikap latah meniru kebiasaan orang kafir. Salah satunya memeriahkan Valentine's Day.
Semua sepakat bahwa Valentine datang dari budaya non-Muslim. Banyak referensi tentang sejarah dan latar belakang munculnya Hari Valentine.
"Untuk itu, kami di sini hanya ingin meyakinkan bahwa Valentine murni dari orang kafir," jelas Ustadz Ammi, dikutip dari Konsultasisyariah.com, Senin (12/2/2024).
Setelah memahami bahwa Hari Valentine adalah budaya orang non-Muslim, ada beberapa konsekuensi yang perlu dipahami:
1. Meniru kebiasaan orang kafir
Turut memeriahkan Valentine's Day dengan cara apa pun, sama saja dengan meniru kebiasaan orang kafir. Padahal, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan ancaman yang sangat keras, bagi orang yang meniru kebiasaan orang kafir.
Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
"Siapa yang meniru suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut." (HR Abu Dawud dan dishahihkan Syekh Al Albani)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
وهذا الحديث أقل أحواله أن يقتضي تحريم التشبه بهم ، وإن كان ظاهره يقتضي كفر المتشبه بهم كما في قوله : { وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ }
"Hadits ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru kebiasaan orang kafir. Meskipun zahir (makna tekstual) hadits menunjukkan kufurnya orang yang meniru kebiasaan orang kafir. Sebagaiman firman Allah Ta'ala yang artinya, 'Siapa di antara kalian yang memberikan loyalitas kepada mereka (orang kafir itu), maka dia termasuk bagian orang kafir itu.' (QS Al Maidah: 51)." (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 1:214)
Pada hadits di atas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membedakan tujuan meniru kebiasaan orang kafir itu. Beliau juga tidak memberikan batasan bahwa meniru yang dilarang adalah meniru dalam urusan keagamaan atau mengikuti ritual mereka. Sama sekali tidak ada dalam hadits di atas.
"Karena itu, hadits ini berlaku umum, bahwa semua sikap yang menjadi tradisi orang kafir, maka wajib ditinggalkan dan tidak boleh ditiru," terang Ustadz Ammi.
2. Hukumnya terlarang
Memeriahkan hari raya orang kafir, apa pun bentuknya, meskipun hanya dengan main-main, dan sama sekali tidak diiringi dengan ritual tertentu, hukumnya terlarang.
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, beliau menjumpai masyarakat Madinah merayakan hari raya Nairuz dan Mihrajan. Hari raya ini merupakan hari raya yang datang dari orang Persia beragama Majusi.
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang, beliau bersabda:
قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ ، وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ النَّحْرِ ، وَيَوْمَ الْفِطْرِ
"Saya mendatangi kalian (di Madinah), sementara kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyah. Padahal Allah telah memberikan dua hari yang lebih baik untuk kalian: Idul Qurban dan Idul Fitri." (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, dan dishahihkan Syekh Ali Al Halabi)
Mari simak dengan saksama hadits tersebut. Penduduk Madinah merayakan Nairuz dan Mihrajan bukan dengan mengikuti ritual orang Majusi. Mereka merayakan dua hari raya itu murni dengan main-main, saling memberi hadiah, saling berkunjung, dan seterusnya.
Meski demikian, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap melarang mereka untuk merayakannya, menjadikannya sebagai hari libur, atau turut memeriahkan dengan berbagai kegembiraan dan permainan. Sekali lagi, meskipun sama sekali tidak ada unsur ritual atau peribadatan orang kafir.
"Oleh karena itu, meskipun di malam Valentine's sekaligus siang harinya, sama sekali Anda tidak melakukan ritual kesyirikan, meskipun Anda hanya membagi cokelat dan hadiah lainnya, apa pun alasannya, Anda tetap dianggap turut memeriahkan budaya orang kafir, yang dilarang berdasarkan hadits di atas," pungkasnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)