Kisah Rasulullah Menegur Sahabat yang Berlebihan dalam Beribadah

Hantoro, Jurnalis
Senin 15 April 2024 18:48 WIB
Ilustrasi kisah Rasulullah menegur sahabat yang berlebihan dalam beribadah. (Foto: Istimewa/Sindonews)
Share :

INILAH kisah Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam menegur sahabat yang berlebihan dalam beribadah. Kisah yang diriwayatkan Ibunda Aisyah Radhiyallahu anha ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik.

Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu sholat malam dan tidak pernah tidur; serta tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam saat itu menegaskan, "Aku yang terbaik di antara kalian." Karena Nabi berpuasa dan berbuka, sholat malam dan tidur, serta menikah.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam sadar bahwa tujuan utama diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, bukan untuk memberikan penderitaan kepada orang-orang beriman.

Dalam Alquran Surat Al Anbiya Ayat 107 ditegaskan bahwa, "Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta." 

Kalaupun diberikan sedikit penderitaan, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memastikan dalam Alquran Surat Al Baqarah Ayat 286 bahwa, "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya."

Oleh karena itu, taysir atau kemudahan merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar manusia tetap bersemangat dan tekun dalam menjalankan ajaran agama, terutama dalam situasi sulit (QS Al Baqarah: 185).

Dilansir laman Muhammadiyah, dalam kaidah usul fikih dinyatakan setiap kesulitan pada dasarnya menuntut kemudahan (al-masyaqqah tajlib al-taysir). Contoh bersuci dalam keadaan normal harus dilakukan dengan air, sedangkan dalam keadaan sulit dapat dengan tayamum.

Dengan prinsip kemudahan ini pula, tidak semua orang diwajibkan berpuasa. Namun secara umum, terdapat dua cara menebus utang puasa, yaitu qadha dan fidyah (QS Al Baqarah: 184).

Qadha diperuntukkan bagi mereka yang masih berpotensi sehat pada masa yang akan datang, misalnya, orang yang dalam perjalanan, wanita haid, tenaga kesehatan yang sedang bertugas, dan lain-lain. Sementara fidyah diperuntukkan bagi mereka yang dalam kondisi sangat berat (yutiqunahu), misalnya, lanjut usia, wanita hamil atau menyusui, dan lain-lain.

Adanya berbagai kemudahan dalam ajaran Islam ini agar memastikan umat Islam dapat menjalankan agama tanpa susah payah dalam dimensi ruang dan waktu, dan mendorong agar rajin menjalankan agama, lantaran bisa dilakukan dengan mudah dan tanpa kesulitan. 

Tidak heran pula bila sekelas ulama besar kontemporer Yusuf Qaradlawi dalam kitab Al-Ijtihad fi al-Syariati al-Islamiyyah menegaskan bahwa prinsip yang melandasi hukum Islam adalah taysir atau kemudahan.

Selain taysir, prinsip utama lainnya dalam Islam adalah maslahat. Lawan sepadan dari masalahat adalah mudlarat. Hal tersebut berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam yang diriwayatkan Imam Ahmad menyebut bahwa, "Laa dlirara wa laa dlirara, tidak mudharat dan memudaratkan."

Imam Al Ghazali dalam kitab Mushtasfa min Ilm al-Usul berpendapat bahwa relasi yang terbangun antara syariat dengan istislah (kemaslahatan) sangat erat sekali. Maslahat menurut Al-Ghazali adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Adanya kemasalahatan dalam prinsip ajaran Islam menandakan bahwa penderitaan merupakan sesuatu yang harus ditinggalkan. Syamsul Anwar ketika diminta mengeluarkan fatwa tentang puasa di lintang tinggi, beliau menegaskan bahwa Islam tidak mengajarkan pencapaian prestasi spiritual melalui penderitaan.

Memang pelaksanaan kewajiban agama itu ada yang menyukarkan, namun kesukarannya berada dalam kewajaran manusiawi. Apabila terdapat kesukaran yang di luar batas manusiawi, maka terdapat kaidah-kaidah dan asas-asas yang memayungi dan memberi keringanan.

Berbeda dengan tokoh-tokoh sufi, dalam Manhaj Tarjih, spiritual imani tidak diperoleh melalui proses penderitaan melainkan penghayatan terhadap aturan-aturan Allah berupa larangan, perintah, dan anjuran.

Pengalaman spiritual bersumber pada seberapa dalam penghayatan seseorang dalam menjalankan kewajibannya. Melaksanakan rukhsah di masa sulit bukan berarti rendahnya kualitas iman seseorang, melainkan cara Islam memberikan solusi alternatif berdasarkan kemudahan dan kemasalahatan.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya