Dalam pelarian dari rumah, ia mencoba mencari pekerjaan. Kemudian ia menikah setahun kemudian dengan seorang lelaki muslim, berharap mendapat bimbingan. Namun, pernikahan itu tidak berjalan baik, hingga bercerai.
"Saya berjodoh habis setahun saya kabur, dia lelaki muslim, saya pikir dia bisa membimbing saya, kenyataannya enggak. Jadi kami bercerai, anak ada 2 enggak tahu deh enggak sama saya," ucapnya.
Dalam keputusasaan, ia mencoba bunuh diri beberapa kali, mulai dari melompat dari jembatan tol, menggantung diri, bahkan meminum cairan pestisida satu kaleng penuh. Semua upaya itu gagal. Amoy koma selama 1 minggu setelah menenggak cairan pestisida tersebut.
"Kawan saya dateng dan pas saya bangun, dia bilang: Kamu kok masih hidup moy, orang mah minum sesendok aja udah mati, lah kamu ga mati-mati. Saya juga bingung kenapa bisa," tutur Bu Yuli yang merasa Allah masih ingin ia hidup di dunia demi beribadah kepada-Nya.
Setelah keluar dari rumah sakit, Amoy kembali bangkit. Ia berjualan nasi pecel di sekolah dan menikah lagi dengan lelaki yang benar-benar membimbingnya dalam Islam.
"Alhamdulillah sekarang saya berjodoh dengan lelaki Islam yang bisa membimbing saya. Namun, dia bekerja di kapal, jadi jarang ketemu," ucapnya.
Dari pengalaman hidupnya yang sulit, ia terinspirasi membuka rumahnya sebagai tempat belajar bagi para mualaf di lingkungannya, dengan mendatangkan ustadzah untuk membantu mereka memahami Islam lebih dalam.
"Saya minta izin ke suami untuk buka pengajian mualaf di rumah, saya panggil ustadzah gitu buat ngajarin saya sama mualaf yang lain. Alhamdulillah boleh dan sekarang masih berjalan," katanya.
(Erha Aprili Ramadhoni)