JAKARTA - Hamil di luar pernikahan yang sah menjadi persoalan yang cukup kompleks dalam agama Islam.
Secara garis besar, agama Islam melarang segala bentuk hubungan seksual di luar pernikahan, dan hal ini termasuk dalam kategori zina. Maka dari itu, kehamilan di luar nikah umumnya dianggap sebagai akibat terjadinya hubungan yang melanggar syariat.
Namun, kehamilan itu sendiri bukanlah bukti absolut bahwa seseorang telah berzina. Islam tidak serta-merta menilai seseorang sebagai pezina hanya karena sedang mengandung tanpa suami. Dibutuhkan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan status hukum dari kehamilan tersebut.
Mengutip NU Online (22/7/2025), para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda soal kehamilan di luar nikah, terutama terkait status anak dan nasabnya:
Mazhab Syafi’i: Anak yang lahir di luar nikah tidak dapat dinasabkan kepada laki-laki yang menghamili ibunya. Meski laki-laki tersebut mengakui, secara fikih anak tetap dianggap tidak sah secara nasab, kecuali lahir setelah pernikahan sah yang berlangsung minimal enam bulan sebelumnya.
Mazhab Hanafi: Berbeda dengan Syafi’i, mazhab Hanafi memperbolehkan anak hasil di luar nikah untuk dinisbatkan kepada ayah biologis, dengan syarat tidak sedang dalam pernikahan dengan pria lain, dan ayahnya mau mengakui anak tersebut. Pendekatan ini bertujuan menjaga hak anak agar tidak kehilangan identitas atau hak waris.
Mazhab Maliki dan Hanbali: Umumnya sejalan dengan Syafi’i dalam hal ini, yakni menolak penetapan nasab kecuali dalam pernikahan yang sah.
Jika kehamilan terjadi karena hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan, maka keduanya dianggap telah melakukan zina.
Dalam hukum Islam, zina merupakan dosa besar dan pelakunya harus bertaubat dengan sungguh-sungguh serta tidak mengulangi perbuatannya.
Adapun jika seorang perempuan hamil akibat pemerkosaan atau kekerasan seksual, Islam tidak menimpakan dosa zina kepadanya. Dalam kasus ini, seorang perempuan justru menjadi pihak yang perlu dilindungi.
Maka, kehamilan semacam ini tidak disebut zina dan tidak berdosa bagi korban.
Islam tidak memandang hamil di luar nikah sebagai bukti mutlak terjadinya zina. Hukum kasus ini perlu dilihat dari kondisi yang melatarbelakangi kehamilan tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jika seseorang hamil di luar nikah akibat hubungan suka sama suka tanpa ikatan pernikahan yang sah, maka hukumnya adalah haram dan termasuk dalam perbuatan zina yang merupakan dosa besar dalam Islam. Pelakunya diwajibkan untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh dan memperbaiki diri.
Namun, jika kehamilan terjadi karena seorang perempuan menjadi korban pemerkosaan atau kekerasan seksual, maka ia tidak menanggung dosa zina karena perbuatan tersebut dilakukan di luar kehendaknya.
Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk tidak mudah menghakimi dan selalu mengedepankan keadilan serta kasih sayang dalam menyikapi masalah ini.
(Rahman Asmardika)