Moh Rowi Mancengan Modung Bangkalan adalah salah satu santri Syaikhona Kholil yang beruntung. Syaikhona Kholil al-Bangkalani atau Kiai Kholil (1820-1923 M) merupakan seorang ulama kharismatik dari Pulau Madura, Jawa Timur. Ia menuliskan Kitab Alfiyah.
Rupanya Moh Rowi mendapatkan keberuntungan, yakni diberi Kitab Alfiyah oleh Sang Guru. Moh. Rowi muda awalnya mondok di Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Kesehariannya beliau sibukkan dengan mengaji berbagai macam kitab.
Selain itu, beliau juga sering bertapa di waktu malam. Tempat pertapaannya agak aneh karena beliau selalu berendam di sungai yang ada di samping pondok, sambil berdzikir secara terus-menerus sampai Subuh menjelang.
Suatu ketika di malam yang gelap dan dingin, beliau turun ke sungai seperti biasanya, berendam sambil berdzikir tiada henti. Dalam kekhusyu’annya, tiba-tiba beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, beliau bertemu dengan seseorang berpakaian putih serta berwibawa, di atas sebuah bukit orang itu berkata, “Kalau kamu ingin alim ilmu Nahwu, datanglah ke pondok Demangan, belajarlah kepadaku!”.
Moh. Rowi terbangun dari tidurnya, sekujur tubuhnya yang dingin kemudian terasa hangat dan gemetar. Segeralah beliau naik ke darat dan kembali ke kamarnya di pondok, sampai menjelang Subuh, Moh. Rowi sama sekali tidak bisa memejamkan matanya karena mimpi yang baru dialaminya terus membuatnya berpikir apa yang harus dilakukannya.
Setelah berpikir lama, beliau akhirnya memutuskan untuk memenuhi perintah orang berwibawa itu yang dilihatnya dalam mimpi.
Keesokan harinya, Moh. Rowi segera sowan kepada KH. Ya’qub (Pegasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo saat itu) dan menceritakan mimpi yang dialaminya. Mendengar penuturan santri yang disayanginya itu, KH. Ya’qub langsung memerintahkan untuk segera melaksanakan petunjuk dalam mimpi itu.
Setelah mendapatkan izin dari gurunya, Moh. Rowi segera menuju ke Demangan Bangkalan, tanpa pulang dulu ke rumahnya di Mancengan Modung. Sebelum ke pondok Demangan, dia mampir dulu ke rumah familinya yang ada di Bangkalan, untuk sekadar membersihkan tubuhnya dan melakukan persiapan untuk berangkat menuju Pondok Demangan.