Terobosan tersebut tidak lepas dari dukungan ulama Tunisia yang rata-rata mempunyai wawasan dan pengalaman intelektual yang luas dan komprehensif, mengingat latar belakang sejarah Tunisia yang pemah hidup di bawah dominasi politik penjajah Barat ditambah dengan hubungan geografis yang relatif dekat dengan negara-negara Barat.
Sikap modern masyarakat Tunisia tidak lepas dari kebijaksanaa-kebijaksanaan yang pemah dilakukan Khairuddin, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lebih dikenal dengan political justice-nya dalam memacu perkembangan masyarakat Tunisia. Sebanyak 142 ulama Tunisia dapat menerima Pasal 18 dari Undang-Undang Tunisia itu karena mereka melihat dan menyadari kondisi objektif masyarakat, sudah menghendaki adanya berbagai pembaruan, termasuk pelarangan terhadap poligami sebagaimana tertuang dalam Pasal 18.
3.Pakistan
Kalau Turki dengan tegas menyatakan dalam konstitusinya bahwa Turki adalah negara sekuler, maka sebaliknya Pakistan dengan tegas pula menyatakan negaranya sebagai negara Islam. Akan tetapi sikap kedua negara ini terhadap praktik poligami mempunyai banyak persamaan, yaitu memperketat terjadinya praktik poligami dalam masyarakat.
Hanya bedanya, Turki lebih ketat dari pada Pakistan. Turki sama sekali tidak memberikan peluang berpoligami dan perkawinan kedua dinyatakan batal, sedangkan Pakistan poligami tidak sampai membatalkan akad perkawinan tetapi menetapkan sanksi yang tegas, yaitu diancam hukuman penjara maksimun satu tahun, atau denda sebanyak-banyaknya 5.000 rupee (Rp1 jutaan kurs sekarang) atau kedua-duanya (Pasal 5a dan b, Undang-Undang Kekeluargaan Pakistan 1962)