Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pendidikan dan Nilai Ketuhanan

Pendidikan dan Nilai Ketuhanan
Pendidikan dan Ketuhanan (Foto: Okezone)
A
A
A

Secara naluriah, manusia dianugerahi Tuhan kemampuan untuk belajar secara mandiri. Anak-anak adalah fase dalam kehidupan manusia di mana kemampuan itu berada pada masa-masa keemasannya. Anak-anak belajar lebih banyak hal dan dengan cara yang lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Anak kecil yang ikut orangtuanya pindah ke luar negeri, misalnya, akan lebih cepat menguasai bahasa setempat dibandingkan orang tuanya.

Oleh karena itu, anak-anak harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengasah rasa ingin tahu, berpikir kritis, dan mengakses berbagai sumber pengetahuan. Hanya dengan cara seperti ini mereka akan mencintai ilmu pengetahuan. Al-Zarnuji dalam kitab klasiknya Ta’limu-l-Muta’allim Thariqu-l-Ta’allum menekankan bahwa salah satu karakter seorang pelajar adalah mengagungkan ilmu (ta’dzhimal’ilm).

Tahap selanjutnya, setelah membaca, adalah ta’lim atau mengajarkan. Jika membaca adalah proses produksi atau reproduksi pengetahuan, ta’lim adalah proses distribusi pengetahuan. Pengajaran diberikan ketika pengalaman membaca manusia sampai pada batasnya sehingga ia tidak berhasil memproduksi pengetahuan baru (‘allama-l-insana ma lam ya’lam).

Ketidakberhasilan mereproduksi pengetahuan ini boleh jadi karena sang pelajar tidak tahu cara memperolehnya. Atau mungkin karena pengetahuan itu harus diuji kebenarannya oleh mereka yang memang lebih berpengetahuan. Sosok yang berperan dalam tahap ta’lim ini disebut guru (mu’allim).

Peran guru sangat penting dalam pendidikan. Bagi para pelajar, guru bukan hanya sumber pengetahuan (shohibu-l-‘ilm), namunterutama juga sebagai sumber kebijaksanaan (shohibu-l-hikmah). Pengetahuan didapat dari belajar, sedangkan kebijaksanaan dibentuk oleh pengalaman.

(Baca Juga : Bintang Tsurayya Muncul, Tanda-Tanda Wabah Corona Berakhir?)

Salah satu wujud kebijaksanaan guru tercermin dari bagaimana ia mengajar. Hadratusy Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabu-l-‘Alimwa-l-Muta’allim mengingatkan bahwa salah satu dari 14 etika utama seorang guru kepada murid adalah menyesuaikan metode mengajar dengan kondisi muridnya. Dalam pendidikan modern kita mengenal konsep teaching at the right level (mengajar sesuai taraf kemampuan siswa). Konsepinihanyadapatditerapkanjika guru mengenalkondisimasing-masingmuridnya.

Pada praktiknya, guru seringkali melihat murid sebagai kolektivitas dalam satu kelas atau sekolah, bukan sebagai individu-individu dengan potensi yang berbeda-beda. Ini yang membuat proses pendidikan berjalan terbalik: mengajar mendahului belajar. Anak-anak pada usia kreatifnya seringkali dijejali dengan pengetahuan yangseragam dan tidak lagi memperhatikan perkembangan berpikir mereka.

Akibatnya, mereka tumbuh menjadi generasi yang tidak haus rasa ingin tahu dan miskin kreatifitas. Generasi yang kehilangan kesempatan untuk menjadi saksi atas kebenaran Tuhan.

Oleh: Irsyad Zamjani

Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama

(Muhammad Saifullah )

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement