“Anakku! Tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau kepadanya. Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. seandainya kamu dapat pergi ke sana,temuilah dia! Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang; Ia tidak mau makan sedekah sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau melihatnya, segeralah kau mengenalinya,”
Meski dirinya ketika berhijrah menjadi budak, dirinya tidak merasa putus asa dan tergoyahkan untuk mencari sesosok 'Nabi' tersebut. Hampir seluruh kekayaan dan hartanya, ia serahkan kepada setiap orang yang mau memberikannya arah. Biarpun fakir, keimanannya yang kuat menjadi nilai yang sangat utama di hadapan Allah Ta'ala.
Baca juga: Meneladani Kearifan Syuraih Al-Qadhi dalam Mendidik Istri
Kemudian, diceritakan ketika dirinya menyaksikan seluruh tanda tersebut pada Rasulullah, lantas tenanglah jiwanya lalu ia dengan berserah diri memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sosok yang dicintai Allah bukanlah berasal dari orang yang memiliki harta banyak, melainkan bisa saja mereka yang dalam kondisi fakir. Namun, dalam dirinya memiliki ketaatan dalam kesabaran dan kesempitan sebagaimana sosok Salman Al-Farisi yang menemukan kebenaran Tuhan di tangan sang pembawa risalah, yakni baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
(Rizka Diputra)