Keempat, warrujza fahjur (tinggalkan segala amal yang jelek/dosa). Pada dasarnya memang manusia diberikan potensi baik (taqwa) dan potensi buruk (fujur). Keduanya saling berbenturan dan pada akhirnya dikembalikan pada keputusan yang diambil oleh manusia itu sendiri.
Melansir laman Kemenag disebutkan, iInilah makna bahwa diri manusia tidak akan lepas dari sikap khilaf dan salah. Namun sebaik-baik orang yang pernah berbuat salah adalah mereka yang mau kembali pada kesucian (tawwabun).
Meninggalkan segala perbuatan salah/jelek pada hakikatnya juga berarti meminimalisir potensi kecelakaan diri manusia. Kesucian diri akan mempengaruhi kekuatan diri manusia itu sendiri. Semakin baik dan bersih akan semakin tajam kekuatan dan potensi seseorang manusia.
Kelima, walaa tamnun tastaktsir (jangan memberi dengan maksud ingin mendapatkan balasan yang lebih banyak). Sikap dermawan atau sosial yang baik bisa dalam bentuk rajin memberi, rajin menolong, dan sebagainya. Pemberian yang diberikan adalah hakikat kondisi hati seseorang. Hakikatnya bukan materi atau sisi kuantitas saja yang diperhatikan, tapi motivasi seseorang yang bisa sampai memberikan ‘sesuatu’ tersebut.
Hanya, pemberian yang dikeluarkan tidak mesti dibarengi juga dengan maksud ingin mendapatkan balasan yang lebih banyak lagi. Dalam bahasa sunda dikenal dengan sikap “toma.” Toma adalah sikap menunggu-nunggu pemberian dari orang lain, ingin dikasih, ingin diberi. Pemberian atau pertolongan yang diberikan, serahkanlah pada-Nya. Irhamuu man fil ardhi, yarhamukum man fis samaa-i (kasihilah yang ada di bumi, niscaya akan mengasihimu Dzat yang ada di langit).
Keenam, walirabbika fashbir (dan karena Tuhanmu, bersabarlah). Sikap sabar adalah alat berharga dan mahal untuk modal hidup manusia. Tanpa sabar, diri kita terkadang tidak bisa dikendalikan, tidak bisa dimanaje dengan baik. Tidak sedikit orang yang mempermasalahkan kesabarannya, menganggap kesabaran ada batasnya dan lain-lain. Padahal hakikatnya, kesabaran tidak ada batasnya, dia unlimited (tak berbatas). Hanya kata-kata dan sikap kita lah yang terkadang terbatas. Fa shabrun jamiil, maka sabar itu indah.
Semoga poin-poin tadi bisa menjadi bahan resolusi diri terutama saat mengalami masa pandemi demi perbaikan di masa New Normal dan seterusnya. Aamiin.
(Vitrianda Hilba Siregar)