KASUS dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami artis Lesti Kejora masih menjadi perbincangan publik. Pasalnya sang suami Rizky Billar melalui pengacaranya berdalih jika yang dilakukan kepada istrinya bukanlah tindakan kekerasan.
Di Indonesia sendiri KDRT merupakan tindakan yang bisa dipidana karena memiliki undang-undang yang telah dirancang. Selain itu, perundungan terhadap perempuan dan anak-anak sangat diperhatikan oleh masyarakat dan negara.
BACA JUGA:Dugaan KDRT Lesti Kejora, MUI: Sangat Bertentangan dengan Ajaran Islam
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati mengatakan KDRT adalah tindakan serius. Bukan hanya bisa menimbulkan luka fisik, tapi juga psikis terhadap korbannya.
"Dalam kelompok masyarakat, perempuan dan anak adalah kelompok rentan sehingga kita semua wajib melindungi dan menghindarkan mereka menjadi korban kekerasan. Banyak kasus KDRT yang terjadi di lingkungan kita, namun para korban KDRT biasanya tidak mau melaporkan," ungkap dia dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:MUI Imbau Cari Solusi Evaluatif dan Keberadaban terkait Tragedi Kanjuruhan
Indonesia memiliki UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sebagai pembaruan hukum yang berpihak kepada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan.
UU PKDRT dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaruan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh UU sebelumnya.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Menurut Ratna, terobosan hukum yang terdapat dalam UU PKDRT mencakup bentuk-bentuk tindak pidana dan dalam proses beracara, antara lain dengan adanya terobosan hukum untuk pembuktian. Bahwasannya korban menjadi saksi utama dengan didukung satu alat bukti petunjuk.
Diharapkan dengan adanya terobosan hukum ini, kendala-kendala dalam pembuktian karena tempat terjadinya KDRT umumnya di ranah domestik dapat dihilangkan.
"UU PKDRT ini juga mengatur kewajiban masyarakat dalam upaya mencegah KDRT agar tidak terjadi kembali (Pasal 15 UU PKDRT)," terangnya.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga terdiri atas beberapa kategori yaitu (1) Kekerasan fisik seperti menampar, memukul, menyiksa dengan alat bantu; (2) Kekerasan psikis seperti menghina, melecehkan dengan kata-kata yang merendahkan martabat sebagai manusia, selingkuh.
Lalu (3) Kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pelecehan seksual secara verbal, gurauan porno, ejekan dengan gerakan tubuh jika kehendak pelaku tidak dituruti korban; (4) Penelantaran rumah tangga di mana akses ekonomi korban dihalang-halangi dengan cara korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan atau memanipulasi harta benda korban.
Sementara dalam ajaran agama Islam, KDRT sangat tidak dibenarkan. Dilansir laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), ke-Islam-an dan kekerasan adalah dua terma yang bertentangan.
Dalam konsep keagamaan, Islam sangat melarang kekerasan, apalagi dalam keluarga. Kerap kali kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena ketidakpatuhan (durhaka) istri atau kealpaan suami dalam menjalankan kewajibannya, dalam Islam dikenal dengan nusyuz.
KDRT jelas hal yang dilarang dalam Islam. Bahkan seorang ahli hukum Suriah abad-19, Ibnu Abidin, menyatakan bolehnya permohonan hukuman jasmani (ta’zir, qiyas) oleh istri terhadap suami yang melakukan kekerasan terhadapnya.
Akan tetapi tidak sedikit pula yang menginterpretasikan Surat An-Nisa Ayat 34 sebagai legitimasi dari perbuatan kekerasan (memukul) terhadap istri.
Kemudian dalam kitab Shahih Muslim, dari Jabir, dari Nabi Shallallahu alaihi wassallam, bahwa Nabi pernah bersabda dalam haji wada-nya:
واتَّقُوا اللهَ فِي النِّساءِ، فَإِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَلَّا يُوطِئْنَ فُرُشكم أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْن فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبا غَيْرَ مُبَرِّح، وَلَهُنَّ رزْقُهنَّ وكِسْوتهن بِالْمَعْرُوفِ
Artinya: "Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi kalian merupakan penolong, dan bagi kalian ada hak atas diri mereka, yaitu mereka tidak boleh mempersilakan seseorang yang tidak kalian sukai menginjak hamparan kalian. Dan jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukakan, dan bagi mereka ada hak mendapat rezeki (nafkah) dan pakaiannya dengan cara yang makruf."
Wallahu a'lam bisshawab.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.