Menurut Ibnu Rusyd, sahabat Ibnu Umar adalah yang memegang metode rukyat dalam menentukan awal bulan. Di sisi lain terdapat tabiin senior bernama Mutharrif bin Syikhir yang lebih memilih menggunakan metode hisab.
Masih menurut Ibnu Rusyd, hal tersebut disebabkan perbedaan dalam memahami hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Nabi Shallallahu alaihi wassallam bersabda, atau Abul Qasim Shallallahu alaihi wassallam telah bersabda, "Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan (mendung), maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Syaban menjadi tiga puluh." (HR Bukhari)
Sebagian ulama berdasarkan hadits di atas berpendapat bahwa metode penentuan awal bulan harus dengan rukyat, atau harus secara pasti melihat hilal.
Bila tidak memungkinkan, cukup menggenapkan bulan Syaban menjadi 30 hari karena kalender Hijriah tidak ada yang melebihi 30 hari.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News