Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان
"Tidak ada sholat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadats." (HR Ahamd, Muslim, dan Abu Dawud)
Dari Abu Darda' radhiallahu 'anhu, beliau mengatakan:
من فقه الرجل إقباله على حاجته حتى يقبل على صلاته وقلبه فارغ
"Bagian dari pemahaman seseorang terhadap agama, dia selesaikan semua hajatnya (sebelum sholat), sehingga dia bisa sholat dan kondisi hatinya tidak terganggu." (HR Bukhari secara muallaq. Fatawa Syabakah Islamiyah nomor 111691)
Ustadz Ammi memaparkan, Ash-Shan'ani membedakan antara kentut yang kuat (kebelet) dan kentut yang ringan. Ketika menjelaskan hadits Aisyah tersebut, beliau mengatakan:
وَيَلْحَقُ بِهِمَا مُدَافَعَةُ الرِّيحِ فَهَذَا مَعَ الْمُدَافَعَةِ، وَأَمَّا إذَا كَانَ يَجِدُ فِي نَفْسِهِ ثِقَلَ ذَلِكَ وَلَيْسَ هُنَاكَ مُدَافَعَةٌ فَلَا نَهْيَ عَنْ الصَّلَاةِ مَعَهُ، وَمَعَ الْمُدَافَعَةِ فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، قِيلَ تَنْزِيهًا لِنُقْصَانِ الْخُشُوعِ، فَلَوْ خَشِيَ خُرُوجَ الْوَقْتِ إنْ قَدَّمَ التَّبَرُّزَ وَإِخْرَاجَ الْأَخْبَثِينَ، قَدَّمَ الصَّلَاةَ، وَهِيَ صَحِيحَةٌ مَكْرُوهَةٌ كَذَا قَالَ النَّوَوِيُّ، وَيُسْتَحَبُّ إعَادَتُهَا، وَعَنْ الظَّاهِرِيَّةِ: أَنَّهَا بَاطِلَةٌ.
"Termasuk dalam larangan di atas, menahan kentut. Ini jika disertai kebelet. Adapun jika dirinya mampu menahan dan tidak ada rasa kebelet, maka tidak terlarang untuk sholat sambil menahannnya. Dan jika disertai kebelet, hukumnya dibenci. Ada yang mengatakan, makruh saja, karena mengurangi khusyuk sholat. Jika dikhawatirkan waktu sholat habis, ketika dia mendahulukan buang air maka dia boleh sholat, dan sholatnya sah, namun makruh. Demikian keterangan An-Nawawi. Dan dianjurkan untuk mengulangnya. Sementara menurut Madzhab Zahiriyah, sholatnya batal." (Subulus Salam, 1:227)
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)